Mohon tunggu...
Aldi F
Aldi F Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA HUKUM UPNVJ

Berpikir secara mendalam memang rumit, tetapi menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Delik-delik dalam UU ITE

1 Januari 2021   17:28 Diperbarui: 1 Januari 2021   17:34 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU ITE ini terbit pada tahun 2008 dan kemudian direvisi pada tahun 2016. UU ini paling banyak mengundang kontroversi karena dirasa banyak  pasal karet yang dapat menjerat siapa saja. Penulis akan menjabarkan delik-delik (perbuatan yang dapat dikenakan hukuman/sanksi pidana) dalam UU ITE.

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami apa saja delik yang diatur dalam UU ITE, penulis akan membuat susunan sebagai berikut;

A. PERBUATAN DAN PASAL

B. URAIAN PERBUATAN DAN PASAL

A. PERBUATAN DAN PASAL

Delik-delik dalam UU ITE diatur pada Bab VII PERBUATAN YANG DILARANG yang terdiri dari pasal 27-37 yang setidak-tidaknya memuat 13 delik, diantaranya;

1. Tindakan yang melanggar kesusilaan, pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
2. Perjudian, pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
3. Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
4. Pemerasan dan/atau pengancaman, pasal 27 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
5. Penguntitan/Cyberstalking, pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
6. Penyebaran berita bohong (hoax), pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
7. Ujaran kebencian, pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
8. Akses Ilegal, pasal 30 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
9. intersepsi, pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016;
10. Kejahatan terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik atau data interference, pasal 32 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
11. Gangguan terhadap sistem elektronik, pasal 33 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008;
12. Penyalahgunaan perangkat, pasal 34 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008; dan
13. Pelanggaran yang terkait dengan komputer, pasal 35 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008.

B. URAIAN PERBUATAN DAN PASAL

1. Tindakan yang melanggar kesusilaan

Tindakan ini diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” 

Perbuatan yang melanggar kesusilaan melalui media internet sendiri mengacu pada KUHP. Dalam KUHP delik kesusilaan diatur dalam Bab XIV Buku II KUHP. Adapun perbuatan yang tergolong dalam delik kesusilaan adalah sebagai berikut:

  • Kejahatan dengan senagaja melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP);
  • Pornografi (Pasal 282, 283, 283 bis KUHP);
  • Perzinahan (284 KUHP);
  • Perkosaan (285 KUHP);
  • Bersetubuh dengan perempuan yang bukan istri dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya (Pasal 286 KUHP);
  • Bersetubuh dengan anak (Pasal 297 KUHP);
  • Bersetubuh dengan istri yang belum waktunya dikawin (Pasal 288 KUHP);
  • Pencabulan (Pasal 289 KUHP);
  • Pencabulan terhadap seorang yang pingsan atau tidak berdaya (Pasal 290 ayat (1) KUHP);
  • Pencabulan (Pasal 290 KUHP);
  • Perbuatan cabul dengan sesama jenis yang belum dewasa (Pasal 292 KUHP);
  • Menggerakkan orang yang belum dewasa untuk berbuat cabul (Pasal 292 KUHP);
  • Pencabulan terhadap orang yang berada di bawah kekuasaanya (Pasal 294 KUHP);
  • Memudahkan pencabulan terhadap orang yang berada di bawahnya (Pasal 295 KUHP); dan
  • Mucikari (Pasal 296 KUHP).

2. Perjudian

Perjudian online ini diatur dalam pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

3. Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik 

Penghinaan dan/atau pencemaran baik ini diatur dalam pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Dalam KUHP perbuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diatur dalam Bab XVI Buku II. Kejahatan penghinaan terdiri atas penghinaan umum, yakni dengan objek harga diri dan martabat orang pribadi, termasuk juga pencemaran. Sedangkan penghinaan khusus adalah penghinaan yang memiliki objek harga diri, kehormatan dan nama baik komunal[2]. Dalam kualifikasinya delik penghinaan pada KUHP adalah sebagai berikut:

Penghinaan umum 

  • Pencemaran;
  • Fitnah;
  • Penghinaan ringan;
  • Pengaduan fitnah;
  • Persangkaan palsu; dan
  • Penghinaan terhadap orang yang sudah meninggal.

Penghinaan Khusus

  • Penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden RI;
  • Penghinaan terhadap Kepala Negara Sahabat dan wakil negara aseing di Indoensia;
  • Penghinaan terhadap Kepala Negara Sahabat dan wakil negara asing di Indonesia dengan cara menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan;
  • Penghinaan terhadap Bendera Kebangsaan dan Lambang Negara RI;
  • Penghinaan terhadap Pemerintah RI;
  • Penghinaan terhadap golongan penduduk tertentu;
  • Penghinaan dalam hal yang berhubungan dengan agama; dan
  • Penghinaan terhadap penguasa dan badan umum.

4. Pemerasan dan/atau pengancaman

Pemerasan dan/atau pengancaman ini diatur dalam pasal 27 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.”

Kualifikasi perbuatan pemerasan dan/atau pengancaman ini sesuai dengan pasal 368 ayat (1) KUHP;

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungka diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

 Dalam pasal 369 KUHP dinyatakan pula sebagai berikut:

“ (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaa memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian keupunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan.”

Dalam konteks UU ITE ini, ketika pelaku memaksa korban melalui dunia maya untuk memberikan sesuatu, apabila tidak maka pelaku akan melakukan tindakan tertentu yang dapat merugikan korban.

 5. Penguntitan/Cyberstalking

Penguntitan/Cyberstalking ini diatur dalam pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”

Tindakan menakut-nakuti ini biasanya digunakan melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti email/pesan elektronik yang berisi ancaman, ujaran kebencian, dsb.

6. Penyebaran berita bohong (hoax)

Penyebaran berita bohong (hoax) ini diatur dalam pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

7. Ujaran kebencian

Ujaran kebencian ini diatur dalam pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” 

8. Akses Ilegal

Akses ilegal ini diatur dalam pasal 30 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. 

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. 

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.”

9. Intersepsi

Intersepsi ini diatur dalam pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. 

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. 

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang. 

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.” Dalam penjelasan pasal demi pasal, pasal 31 ayat (1), Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.”

10. Kejahatan terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik atau data interference.

Kejahatan ini diatur dalam pasal 32 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. 

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. 

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.”

11. Gangguan terhadap sistem elektronik

Kejahatan ini diatur dalam pasal 33 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”

12. Penyalahgunaan perangkat

Penyalahgunaan perangkan ini diatur dalam pasal 34 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: 

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33; 

b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. 

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.”

13. Pelanggaran yang terkait dengan komputer

Kejahatan ini diatur dalam pasal 35 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjelaskan sebagai berikut;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.”      

Kejahatan ini umumnya digunakan untuk pemalsuan (forgery) dan penipuan (fraud)

Demikian penjabaran dari penulis, semoga dengan kita mengetahui apa saja hal-hal yang dapat menimbulkan delik dalam berselancar di dunia maya menjadikan kita lebih bijak dalam bermedia sosial.

Apabila ada kekurangan maupun kesalahan dalam tulisan singkat dan sederhana ini, penulis harap kritik dan saran agar penulis bisa belajar dari kesalahan-kesalahan yang murni datangnya dari diri penulis.
 

Sumber
 

Dewi Bunga, 2019, “POLITIK HUKUM PIDANA TERHADAP PENANGGULANGAN CYBERCRIME”, Jurnal LEGISLASI INDONESIA, Vol. 16 No.1 Maret 2019

Adami Chazawi, 2013, Hukum Pidana Positif Penghinaan (Edisi Revisi), Media Nusa Creative, Malang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun