Mohon tunggu...
Aldi F
Aldi F Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA HUKUM UPNVJ

Berpikir secara mendalam memang rumit, tetapi menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apa Itu Filsafat?

16 Oktober 2020   13:50 Diperbarui: 16 Oktober 2020   13:58 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat merupakan “barang tua” yang masih kontroversial hingga saat ini, bagaimana tidak? Masih ada beberapa keyakinan yang mengkategorikan bahwasannya belajar filsafat itu haram hukumnya. Padahal jika kita bedah secara utuh filsafat merupakan “alat kuno” yang sangat canggih penerapannya bahkan pada masa sekarang ini.

Sebelum tenggelam lebih dalam, penulis akan menjelaskan secara singkat tentang bagaimana filsafat ini lahir. Banyak filosof yang mengatakan bahwa filsafat ini lahir karena thaumasia (kekaguman, keheranan, atau ketakjuban). Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Metafisika, mengatakan bahwa karena ketakjuban manusia mulai berfilsafat. Pada mulanya manusia kagum dengan benda-benda “aneh” disekitarnya, lalu lama kelamaan mulai terarah kepada benda yang lebih luas dan lebih besar, seperti bulan, matahari, bahkan sampai asal mula alam semesta.

Dalam ketakjuban ini, ada subjek dan ada objeknya. Jika ada ketakjuban, sudah pasti ada yang takjub dan juga ada yang ditakjubkan. Yang takjub disini adalah makhluk yang berperasaan dan berakal budi. Dalam sejarah alam semesta makhluk yang seperti itu hanyalah manusia. Oke, kita memahami bahwa manusia merupakan subjek dari ketakjuban, lalu apakah objek ketakjuban tersebut? Objek ketakjuban disini adalah segala sesuatu yang dapat diamati baik secara inderawi, seperti hal yang dapat di inderakan, dan juga yang sifatnya metafisika, seperti alam gaib. Manusia sebagai makhluk yang berperasaan dan berakal budi, selain takjub kepada benda-benda sekitar, mereka juga melakukan penelitian. Penelitian inilah yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan secara umum lalu disusun oleh para peneliti atau penerusnya, sehingga menjadi terklasifikasi dan membentuk suatu ilmu.

Selanjutnya untuk “mencicipi” filsafat, penulis akan masuk kepada apa itu filsafat? Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa yunani, yaitu Philosophia, yang terbagi menjadi 2 kata, yaitu philos (cinta) atau Philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis dan intelegensi.) Jadi, dapat dikatakan bahwa filsafat ini adalah cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Adapun yang mengatakan bahwa, pengertian filsafat itu sebanyak jumlah filsuf itu sendiri. Moh. Hatta mengatakan bahwa “pengertian filsafat itu tidak usah dibicarakan karena apabila seseorang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu dengan sendirinya akan mengerti apa itu yang dimaksud filsafat.” Akan tetapi untuk pegangan kita (boleh sepakat/tidak sepakat) penulis akan mengutip pengertian filsafat menurut Harun Nasution, Harun Nasution mengatakan bahwa filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar persoalan.

Selanjutnya untuk perenungan bersama, penulis akan mengajak pembaca menghayati pertanyaan, “Mengapa harus filsafat?” Dr. Fahruddin Faiz dalam bukunya yang berjudul Sebelum Filsafat, mengatakan bahwa “filsafat adalah kisah pergumulan dan perjuangan manusia dalam memahami dunia dan eksistensi, serta esensi hidupnya.” Pada saat akal dan pikiran manusia berfungsi, saat itulah aktivitas kefilsafatan dimulai. Pada saat bayi manusia lahir lalu bertumbuh sampai pada titik akalnya berfungsi maka ia akan mempertanyakan segala hal yang ada disekelilingnya. Pada saat itulah, aktivitas kefilsafatan dimulai.

Filsafat pada hakikatnya adalah sebuah tantangan. Tantangan untuk tidak hidup secara mekanis, ikut-ikutan, ataupun mengalir tanpa tahu tujuan. Abahnya filsafat, yaitu Socrates pernah mengatakan sesuatu, yaitu “hidup yang tidak diuji adalah kehidupan yang tidak berharga”. Hidup tidak bisa dibiarkan begitu saja mengalir tanpa tahu kemana tujuannya. Hidup itu harus diuji, diketahui, direncanakan, dan dipahami. Louis O. Katsoff dalam Pengantar filsafat-nya berkata, “Filsafat membawa kita kepada pemahaman. Sementara itu, pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak.” Dengan demikian untuk menguji hidup di zaman teknologi dan globalisasi informasi ini dibutuhkan pemahaman secara utuh tentang filsafat agar hidup kita tidak dikendalikan oleh apapun (Merdeka seutuhnya).

Untuk menutup tulisan ini penulis akan mengutip perkataan Socrates lagi, yaitu “Kenalilah dirimu!” Beranikah kita mempertanyakan dan menguji kembali segala hal yang selama ini kita anggap sudah “seharusnya”? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun