Aku tahu hari ini aku tidak bersedih, setelah serantaian kata-kata indah yang menghujam qalbu ku. pedih. tapi tiada bulir air mata yang mengalir dipipiku. mematung bisu dan merengek dalam keheningan.
Aku coba kembali kepada Tuhan ku, yang telah menjanjikan kedamaian dan ketentraman. Hanya jika, aku kembali menemuinya. Diatas sajadah dan mushaf-mushaf suci berbahasa langit.
Berangsur-angsur harapan baru mulai datang. Memperbaharui kenangan pahit yang memilukan. Menjadi sebuah gudang hikmah akan makna perpisahan.
Namun kehidupan tidaklah semulus rencana manusia. Mereka yang merasa dirinya paling benar senang sekali menduga-duga. menerka-nerka. seolah mereka adalah Tuhan, seolah mereka adalah malaikat, seolah mereka adalah Nabi. Padahal tidak lebih dari seonggok daging kusam yang dipenuhi nafsu kegelapan. lidahnya tidak terjaga, menghujam begitu saja. berulang-ulang, masuk ke dalam relung hatiku yang paling dalam.
di saat semua ketenanganku telah terbangun. kegusaran mulai kembali datang.
mana kekasihku?
mana sahabatku?
mana ibuku?
mana ayahku?
sungguh seorang budak kini seolah telah ditendang halus oleh majikannya, yang ia telah setia padanya.
bagiku harapan adalah dirinya
tapi tidak ada yang pernah tahu apa jadinya?.
Karya : Â ferry fadilah.
Riposting ulang : hadi junaedi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H