Bagaimana kita percaya pada Alquran? Konsep Tauhid didasarkan pada Alquran. Jadi bagaimana kita bisa berasumsi bahwa Quran itu benar? Kita harus memberikan bukti bahwa Quran itu benar. Ketika kita telah menerima jawaban bahwa Quran itu benar, kita akan dengan mudah percaya bahwa Quran itu benar. Ada pertanyaan yang mengatakan, "Mengapa Anda memilih Islam?" Alquran adalah kebenaran. Jadi bagaimana Anda bisa secara logis menekankan bahwa Quran adalah kebenaran? Apapun yang Alquran katakan, meskipun itu tidak disampaikan dalam Alquran, kita harus percaya dan percaya agar kita bisa beriman secara rasional.
Alquran dapat dipelajari secara rasional dengan menggunakan berbagai metode. Pertama, Alquran merupakan nubuatan ilmiah yang teruji waktu, terbukti perspektif futuristiknya, literaturnya tinggi, dapat dihafal dari kepala, penjelasan Alquran yang memiliki literatur tinggi yang didalamnya ada. Oleh karna itu, tidak ada yang mampu membuat sesuatu menyerupai Al- Quran.
Nabi Muhammad dituduh majnun. Majnun bukan misalnya yg dipahami banyak orang menjadi gila, namun kerasukan jin. Keindahan bahasa al-Quran mereka kira lantaran kerja sama Nabi menggunakan jin. Lantaran itu mereka yang dikenal punya jin pun ditantang buat menciptakan yang misalnya al-Quran, 10 surat saja, & bahkan 1 surat saja. Ternyata mereka tidak mampu.
Perlu waktu lama untuk membuktikan bahwa apa yang diajarkan di dalam Alquran itu benar. Dalam prosesi pelatihan di HMI, kebenaran harus disampaikan terlebih dahulu di dalam Alquran sebelum materi NDP (Nilai Dasar Berjuang) diberikan. Biasanya mereka diajar untuk berpikir logis, tetapi mereka sering menyangkal wahyu.
Logika berasal dari bahasa yunani yang artinya sains, dan bila diurutkan artinya fiman. Wahyu adalah sumber pengetahuan dalam konteks sosio-historisnya, tetapi logika murni umumnya dipahami sebagai akal. Ada pemahaman bahwa apa yang ada di dalam Alquran itu baik, teruji, dan tidak terbukti. Akan ada kepercayaan dan iman, dan itulah alam iman. Dengan cara ini kita bisa percaya secara rasional pada Quran.
Selama ini bahkan dalam pendidikan Islam, Ustaz sering menyampaikan pesan bahwa meski keyakinan pada Alquran sangat rasional, bidang keimanannya irasional.
Percaya pada Alquran secara rasional perlu menekankan beberapa hal, antara lain: tingkat bahasa sastra yang sangat tinggi, prediksi ilmiah yang sangat tinggi, prediksi atau pandangan futuristik yang sangat tinggi, dan mudah untuk membuat frustasi.
Ketinggian sastra Alquran membuat tidak mungkin bagi siapa pun untuk melakukannya seperti Alquran, bahkan surat pun tidak. Dilihat dari konteks sosio-historisnya, Alquran diturunkan dalam masyarakat yang konteksnya adalah kesusastraan gila. Itulah mengapa ayat al-Qur'an sangat puitis. Contoh paling sederhana adalah Surah Al-ikhlas, An-nas, Al-kautsar, Al-fiil.
Semuanya bernada sangat puitis, tetapi memiliki tekanan yang sangat kuat. Memang besar kecilnya literatur Alquran ini membuat Umar bin Khattab gemetar dan takjub saat mendengar Surah Thoha di rumah adiknya. Kekuatan Surah Thoha dapat membuat orang berpikir secara logis tentang bagaimana Umar bisa masuk Islam tanpa menyembunyikan dari diri mereka sendiri bahwa Al-Quran ini benar-benar dibuat oleh Allah. ST tidak diciptakan oleh Nabi Muhammad.
Sebelumnya, Nabi Muhammad dituduh sebagai "Majnun" yang secara umum diartikan sebagai orang gila. Majnun sebenarnya tidak berarti gila, melainkan ke arah kepemilikan atau jin. Dalam konteks Arab pra-Islam, majnun merupakan peristiwa yang dapat mengubah orang menjadi penyair atau bisa dikatakan sebagai orang yang jenius. Inilah mengapa Alquran diturunkan kepada orang-orang yang sangat cerdas dalam puisi. Orang yang pandai puisi sangat dihargai dan dikagumi.
Di Yunani kuno, orang yang pintar tentang retorika disebut orang yang pintar. Pikirkan kemudian Anda akan menjadi orang yang bisa berbicara dengan baik. Kemudian muncul istilah ilmu dari “Mantiq” yang dikenal dengan istilah linguistik. Di zaman kuno, jika ada yang ingin menjadi negarawan, politikus, dan lain-lain, dia harus mempraktikkan retorika agar menjadi seseorang yang bisa diartikulasikan dan dihormati atau dihargai oleh orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H