Kabupaten Garut merupakan wilayah yang berada di Provinsi Jawa Barat yang terkenal akan berbagai keunikannya dari aset dan potensi yang beragam dan tentunya bisa dikembangkan, seperti sektor pariwisata, ekonomi, hingga budaya.
Kabupaten Garut merupakan daerah yang mempunyai banyak objek wisata, diantaranya Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Papandayan, Papandayan Camping Ground, Curug (air terjun) Sanghyangtaraje, Situ (danau) dan Candi Cangkuang, Pantai Sayangheulang, Taman Satwa Cikembulan, hingga ke pemandian air panas di Cipanas.Â
Objek wisata yang paling populer diantaranya adalah TWA Gunung Papandayan yang berlokasi di Desa Sinarjaya, Kecamatan Cisurupan dengan jarak dari Ibu Kota sekitar 30 Km saja, sehingga membuatnya mudah dicapai dari arah Garut Kota.
TWA Gunung Papandayan merupakan salah satu objek wisata yang paling banyak diminati dibandingkan dengan objek yang lainnya. TWA Gunung Papandayan ini mengusung tempat wisata dengan tema outdoor.Â
Banyak hal bisa dilakukan di TWA Gunung Papandayan ini dimulai dari kegiatan mendaki (hiking), berkemah (camping), trekking, fotografi, hingga hanya sekedar menikmati keindahan alam.Â
Selain pemandangannya yang indah banyaknya objek yang menarik di TWA Gunung Papandayan membuat semua orang enggan menolak untuk mengunjunginya, seperti kawah yang menghasilkan uap panas dan suara gemuruh yang keras seperti suara jet, panorama yang indah, dan yang paling menarik adalah adanya hutan mati dan bunga "abadi" yang jarang ditemukan di tempat lain yaitu bunga Edelweis (Canaphalis Vavanica) yang terhampar luas di pondok saladah yang berada di kawasan kawah Papandayan.Â
Di puncaknya jangan ditanyakan lagi, kita bisa melihat pemandangan sekitar gunung yang indah ditemani kepulan asap belerang yang menyembur dari kawah papandayan. Jika cuaca mendukung, sunrise pun menjadi pemandangan yang wajib untuk dinikmati saat melakukang pendakian ke TWA Gunung Papandayan.
garut kerap "dicap" dengan stigma yang kurang mengenakan bahkan bisa merugikan yaitu "Garut Kota Mahal". Dikutip dari Republika, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Garut, Budi Gan Gan menjelaskan stigma wisata mahal di Garut itu muncul sejak Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Papandayan diambil pengelolaannya oleh swasta.Â
Namun belakangan iniKenaikan harga tiket masuk TWA Gunung Papandayan ini mulai diberlakukan per 5 Juli 2016 dari yang semula hanya Rp12.500,- kini naik menjadi Rp30.000,- dan harga tersebut belum termasuk karcis untuk berkemah dll, bahkan uniknya karcis masuk untuk kendaraan berbeda dengan karcis parkir kendaraan.
Selain menimbulkan stigma yang dengan cepat menyebar, privatisasi TWA Gunung Papandayan kepada PT Asri Indah Lestari (AIL) memberikan efek yang tak seberapa kepada berbagai pihak.Â
Jika dilihat secara fair memang privatisasi ini memiliki sisi positif seperti infrastruktur yang lebih bagus, area parkir luas, jalan yang diperbaiki, toilet yang diperbanyak dan masih banyak lagi, namun beberapa orang menganggap privatisasi ini terkesan menyisihkan warga lokal meskipun belum ada yang membuat analisis saintifiknya.
Salah satu dampak negatif dari privatisasi ini adalah kenaikan harga tiket masuk TWA Gunung Guntur seperti yang sudah disebutkan Kepala Disparbud tadi. Banyak pendaki rela naik angkutan umum, makan seadanya, hingga bermalam di emperan jalan demi menekan anggaran biaya.Â
Kenaikan harga ini mendapat respon negatif dari kalangan pendaki, karena kini mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar dua jenis tarif yaitu tarif pengunjung dan tarif camping untuk bisa berkemah di TWA Gunung Papandayan. Dengan naiknya harga tiket masuk TWA Gunung Papandayan, besar kemungkinan para pendaki akan mengalihkan tujuannya ke destinasi yang lain.Â
Dampaknya TWA Gunung Papandayan mengalami penyusutan jumlah pengunjung, yang juga akan memberikan dampak yang lain kepada masyarakat sekitar.
Berdasarkan analisis sederhana yang dilakukan oleh Kang Fajrin dalam websitenya, masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari para wisatawan jelas akan mengalami penyusutan pendapatan yang sangat besar.Â
Dari masa sebelum privatisasi TWA Gunung Papandayan bisa dikunjungi sampai 8000 pendaki/wisatawan setiap minggunya kini berangsur menjadi 500 orang saja perminggunya atau setara dengan kehilangan 94,75% dari pasar. Penyusutan ini pun tidak bisa selamanya dibiarkan sehingga dibutuhkan komunikasi dan kerjasama yang baik antara pengelola dan warga sekitar.
Setelah bertahun-tahun maraknya stigma inipun tak membuat Pemerintah Kabupaten Garut untuk tinggal diam. Januari 2020 kemarin dilansir dari Republika.co.id Pemerintah akan menyiapkan langkah untuk menangkal stigma tersebut.
Salah satu cara yang disiapkan adalah membuat Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) untuk melakukan klarifikasi terkait isu negatif di masyarakat. "Kekecewaan (stigma negatif) itu secara tidak sadar merusak citra wisata Garut" ujar Kepala Disparbud, Budi Gan Gan.Â
Selanjutnya Pemkab Garut menargetkan kunjungan wisatawan pada 2020 akan meningkat. "Kita optimis target 3,1 juta tercapai" Katanya, Kepala Disparbud optimis target itu tercapai apalagi pada 2020 akan beroprasi kembali jalur kereta Cibatu - Garut yang telah lama mati, sehingga wisatawan memiliki pilihan transportasi lain.Â
Namun sudah jelas target tersebut tidak akan tercapai karena terhalang oleh pandemi COVID-19 tahun ini, lalu apakah seteleah COVID-19 ini berakhir Pemerintahan Kabupaten Garut akan benar benar melancarkan rencana menangkal stigma tersebut?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H