Mohon tunggu...
Aldiansyah Olvi
Aldiansyah Olvi Mohon Tunggu... -

temui saya, Anda akan terpesona ! percayalah !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Styrofoam atau Daun?

16 November 2011   16:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:35 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan polystyrene atau lebih dikenal denganStyrofoam, saat ini begitu begitu marak dalam perkembangan industri makanan di Indonesia. Tidak saja karena penggunaannya yang relatif praktis, ringan, dan tahan bocor, melainkan juga karena kemampuannya dalam menjaga suhu makanan dengan baik. Namun dibalik semua itu, tahukah kamu bahaya apa yang akan mengintai kita selaku pengguna styrofoam ? Mengapa styrofoam berbahaya?

Styrofoam jadi berbahaya karena terbuat dari butiran-butiran styrene, yang diproses dengan menggunakan benzana. Padahal benzana termasuk zat yang bisa menimbulkan banyak penyakit. Benzana bisa menimbulkan masalah pada kelenjar tyroid, mengganggu sistem syaraf sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan menjadi mudah gelisah. Di beberapa kasus, benzana bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan kematian. Saat benzana termakan, dia akan masuk ke sel-sel darah dan lama-kelamaan akan merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah merah berkurang dan timbullah penyakit anemia. Efek lainnya, sistem imun akan berkurang sehingga kita mudah terinfeksi. Pada wanita, zat ini berakibat buruk terhadap siklus menstruasi dan mengancam kehamilan. Dan yang paling berbahaya, zat ini bisa menyebabkan kanker payudara dan kanker prostat.

Beberapa lembaga dunia seperti World Health Organization' s International Agency for Research on Cancer dan EPA (Enviromental Protection Agency) styrofoam telah dikategorikan sebagai bahan carsinogen (bahan penyebab kanker).

Di Indonesia sendiri masih banyak pedagang makanan yang menjual makanan dengan pembungkus daun, misalnya daun pisang. Daun pisang memang banyak diperjual-belikan untuk dimanfaatkan sebagai pembungkus alami yang sangat serbaguna dan mudah ditemui di tengah masyarakat kita. Mulai dari nasi bungkus, bubur jenang, nasi lontong, kue lemper, tempe sampai bunga tabur kebanyakan dibungkus dengan daun pisang. Serat-seratnya membuat daun ini cukup kuat untuk dilipat-lipat, apalagi jika dipanaskan terlebih dulu sehingga agak layu dan tidak mudah sobek. Daun pisang juga relatif mudah dibersihkan, cukup mengelap permukaan daunnya dengan kain dan aneka makanan dapat dibungkus dengannya tanpa perlu menambahkan pelapis tambahan.

Sebetulnya, selain daun pisang, ada berbagai jenis daun lain yang kerap dimanfaatkan sebagai alat pembungkus. Daun jati, daun kelapa muda (janur), daun pace, daun waru dan lembaran serupa daun yang membungkus buah jagung (klobot) juga banyak dipergunakan sebagai alat pembungkus atau wadah. Daging segar akan lebih tahan lama jika dibungkus dengan daun jati bila dibandingkan dengan dibungkus plastik, karena itu tidaklah mengherankan bila hingga kini masih banyak penjual daging di pasar-pasar tradisional menyediakan daun jati sebagai pembungkus.

So, pilih styrofoam atau daun yah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun