Mohon tunggu...
Alvin Revaldi
Alvin Revaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencinta buku

Pencinta cerita fiksi dan fantasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis Makna Tradisi Manten Kucing Pemanggil Hujan

14 Juni 2023   15:53 Diperbarui: 14 Juni 2023   15:57 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mitos menurut Wellek dan Werren (2016: 143) adalah cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup, penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citra manusia, dan tujuan hidup manusia. Mitos harus dipahami dengan menggunakan metode implisit atau konotasi dan bukan secara eksplisit atau denotasi (Barthes, 1974: 9). Contohnya mitos tentang larangan menunjuk letusan gunung Merapi karena pamali sehingga sulit jikalau dijelaskan secara ilmiah akan tetapi dapat dijelaskan menggunakan teori semiotika Roland. Teori semiotika Roland Barthes yang berfokus pada pemaknaan mendalam terkait objek kajiannya dan bukan pada pengomunikasiannya mampu untuk menafsirkan secara teoritis makna dari mitos tersebut.

Kajian Semiotika Roland Barthes

Semiotika Roland Barthes merupakan kajian semiotik yang digunakan dalam penelitian ini karena berbicara tentang mitos. Semiotika berasal dari bahasa Inggris semiotic, sedangkan dalam bahasa Yunani semeion, yaitu tanda, atau teori tandatanda (Asriningsari, 2010: 27). Semiotika Roland Barthes mengkaji tanda-tanda untuk menemukan makna-makna yang ada dibaliknya. Hal ini sejalan dengan Saussure (dalam Yelly, 2019: 121), semiotika atau semiologi merupakan ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Mitos dalam semiotika terletak pada tingkat kedua penandaan dan merupakan sebuah pesan atau alat komunikasi (Barthes dalam Yelly, 2020: 122). Barthes (1972: 113) mengemukakan bahwa mitos ditemukan pada pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Pada hal ini, mitos merupakan sistem khusus yang dibangun dari rantai semiologis yang kemuan proses signifikasi tersebut disebut denotasi dan konotasi. Denotasi menunjukkan makna disampaikan secara langsung oleh petanda, sedangkan konotasi memiliki makna tersirat di dalam petanda. Mitos yang merupakan sastra tradisional penting untuk dikaji dengan kajian semiotik karena memiliki makna konotasi dan tersebar secara lisan.

Makna Tradisi Manten Kucing dan Nilai di Dalamnya berdasarkan Semiotika Roland

Berdasarkan dari sejarah munculnya tradisi manten kucing dapat dimbil beberapa hal yang menjadi fokusan penyusun. Pertama, kondisi desa yang sedang mengalami kekeringan akibat musim kemarau menjadikan kepala desa mendatangi seorang janda pindahan. Janda identik dengan pelekatan makna memeliki kekuatan supranatural yang tidak terduga ini menjadikan kepala desa mendatangi Eyang Sangkrah. Kemungkinan dipilihnya Eyang Sangkrah dari janda-janda lain adalah karena ia berasal dari luar desa dan memungkinkan bisa membawa keberkahan desa lain itu pada desa Pelem yang mengalami musibah. Kedua, kucing telon (atau kucing yang memiliki tiga warna) juga kental akan nilai mistis bagi masyarakat tradisional. Kucing telon kebanyakan berkelamin betina karena mengandung lebih banyak kromosom betina dalam dirinya melalui warna. Ini berarti kemungkinan besar kucing telon milik Eyang Sangkrah juga betina.

Poin pertama memiliki nilai bahwa sebagai pendatang yang berasal dari luar desa hendaknya dimuliakan dan diagungkan. Bahkan dalam hal ini memiliki kesempatan luar biasa untuk melakukan ritual suci ini. Poin kedua bermakna bahwa menyayangi alam melalui merawat hewan juga menurunkan ridho Tuhan hingga alam berkenan menurunkan hujan. Merawat hewan disini bermakna hewan apapun itu, baik hewan peliharaan sendiri maupun hewan milik orang lain atau liar. Kucing telon yang dipercayai nilai kemistisannya dan dipersatukan dalam tradisi manten kucing yang m=keduanya berasal dari lingkungan yang berbeda dan diterima oleh Eyang Sangkrah dengan baik bahkan ikut dimandikan membuat nilai-nilai kasih saying terhadap alam sangat kental dalam tradisi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asriningsari, A., & Umaya, N.  (2010). Semiotika Teori dan Aplikasi pada Karya Sastra. Semarang: UPGRIS Press.

Barthes, Roland. 1973. S/Z. London: Cape.

Davison, G. dan C Mc Conville. 1991. A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW: Allen & Unwin.

Makaryk, Irena K .(ed). 1995. Encyclopedia of Contemporary Literary Theory. Toronto: University of Toronto Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun