Mohon tunggu...
aldevosteve
aldevosteve Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif

"Berani keluar dari zona nyaman adalah keberanian terbesar"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Konsep Imunitas Kedaulatan Negara di Abad 21

4 Desember 2024   21:02 Diperbarui: 4 Desember 2024   21:34 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep imunitas kedaulatan negara adalah prinsip yang mengakui bahwa negara memiliki kekebalan dari yurisdiksi hukum negara lain, terutama dalam hal kekuasaan politik dan perundang-undangan. Imunitas ini seringkali dipahami dalam konteks hubungan internasional dan hukum internasional, di mana negara dianggap memiliki kedaulatan penuh atas wilayah dan kebijakan internalnya. Namun, pada abad 21, terdapat perkembangan signifikan yang mengubah pemahaman tentang imunitas kedaulatan negara, dengan munculnya tantangan-tantangan baru yang berhubungan dengan hak asasi manusia, globalisasi, dan integrasi hukum internasional, beberapa aspek yang mendasari transformasi konsep imunitas kedaulatan negara pada abad 21 di antaranya:

1. Globalisasi dan Interdependensi Negara
Dengan semakin terhubungnya dunia melalui teknologi dan ekonomi global, kedaulatan negara semakin terpengaruh oleh dinamika internasional. Negara-negara tidak lagi sepenuhnya independen dalam pengambilan kebijakan, karena kebijakan domestik sering kali memiliki dampak global, dan sebaliknya, keputusan internasional dapat mempengaruhi kebijakan negara. Contoh: Isu perubahan iklim, pandemi global, dan perdagangan internasional memerlukan kerjasama antarnegara yang membatasi kedaulatan negara dalam beberapa aspek, misalnya kebijakan lingkungan hidup atau pengendalian penyakit.

2. Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Internasional
Pada abad 21, pemahaman tentang kedaulatan negara semakin berkembang, terutama karena peningkatan perhatian terhadap perlindungan hak asasi manusia. Prinsip non-intervensi yang melindungi kedaulatan negara sering kali berbenturan dengan kewajiban internasional untuk melindungi warga negara dari pelanggaran hak asasi manusia, seperti dalam kasus genocide, kejahatan perang, atau pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Contoh: Kasus intervensi internasional di negara-negara yang mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang parah, seperti di Rwanda pada 1994 atau di Bosnia pada 1990-an, menunjukkan perubahan dalam pemahaman imunitas negara terhadap tindakan internasional yang lebih berfokus pada perlindungan manusia.

3. Pengadilan Internasional dan Tanggung Jawab Negara
Salah satu perubahan besar dalam pemahaman tentang imunitas kedaulatan negara pada abad 21 adalah peran lembaga-lembaga internasional, seperti Mahkamah Internasional (ICJ) dan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Lembaga-lembaga ini berfungsi untuk menuntut tanggung jawab negara atau individu yang melakukan pelanggaran internasional, yang menantang prinsip imunitas negara. Contoh: Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu yang terlibat dalam kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan genosida, meskipun pelaku berasal dari negara yang tidak meratifikasi Statuta Roma. Ini menunjukkan perubahan signifikan dalam konsep imunitas negara yang biasanya memberikan kekebalan bagi kepala negara atau pejabat tinggi.

4. Konflik antara Imunitas Negara dan Keadilan Global
Tantangan lain adalah bagaimana mengimbangi antara prinsip imunitas negara dengan prinsip keadilan global. Beberapa negara memandang bahwa imunitas harus dihormati dalam segala aspek, sementara yang lain berpendapat bahwa keadilan internasional harus mengatasi kekebalan negara ketika ada dugaan pelanggaran hukum internasional yang berat. Contoh: Kasus Sudan, yang melibatkan penuntutan terhadap mantan Presiden Omar al-Bashir oleh ICC, menunjukkan ketegangan antara perlindungan terhadap imunitas negara dan dorongan untuk menuntut pelaku pelanggaran hukum internasional.

5. Perkembangan dalam Hukum Internasional Humaniter
Peningkatan perhatian terhadap hukum internasional humaniter dan perlindungan terhadap korban perang atau konflik bersenjata telah mengurangi tingkat perlindungan imunitas negara dalam konteks pelanggaran hukum perang. Negara kini semakin dianggap memiliki kewajiban internasional yang lebih besar dalam menegakkan hukum perang dan menghormati hak-hak korban.

6. Teori Kedaulatan dalam Perspektif Hukum Ekstrateritorial
Selain itu, perkembangan hukum ekstrateritorial atau pengaruh hukum dari satu negara atas negara lain juga menjadi bagian dari transformasi imunitas kedaulatan. Negara-negara, terutama yang besar secara ekonomi dan politik, kini lebih sering mengedepankan kebijakan yang mempengaruhi negara-negara lain melalui aturan seperti hukum sanksi ekonomi, perdagangan internasional, dan pemaksaan standar hak asasi manusia yang bersifat ekstrateritorial. Contoh: Sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat atau Uni Eropa terhadap negara-negara seperti Iran atau Rusia menunjukkan bagaimana negara besar menggunakan kekuatan hukum dan ekonomi mereka untuk memengaruhi kedaulatan negara lain.

7. Kedaulatan Digital dan Keamanan Siber
Di era digital, kedaulatan negara juga menghadapi tantangan baru dalam bentuk ancaman terhadap keamanan siber. Negara-negara kini harus menghadapi serangan dunia maya yang datang dari negara lain atau aktor non-negara yang dapat merusak stabilitas nasional. Contoh: Negara-negara seperti Amerika Serikat dan China memiliki kebijakan yang sangat ketat terkait keamanan siber dan informasi digital, yang sering berbenturan dengan hak privasi individu serta kebebasan internet global.

Kesimpulan
Transformasi konsep imunitas kedaulatan negara pada abad 21 menggambarkan evolusi dari kedaulatan yang absolut dan tidak terbatas menuju suatu pemahaman yang lebih inklusif dan terintegrasi dengan kewajiban internasional. Globalisasi, hak asasi manusia, hukum internasional, serta tantangan baru di bidang teknologi dan siber semakin menggeser batas-batas tradisional kedaulatan negara. Meskipun demikian, konsep kedaulatan negara tetap menjadi elemen penting dalam struktur internasional, tetapi kini harus lebih fleksibel dalam menghadapi realitas dunia yang semakin terhubung dan kompleks

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun