Kasus Lukas Enembe, Politisasi Hukum atau Hukum Politisasi?
Kasus Lukas Enembe, sang gubernur Papua kelihatannya semakin runyam. Kasus dugaan korupsi, kini berkembang sedemikian rupa dengan berbagai variasi. Aksi massa di rumah gubernur seakan mau menghalangi penjemputan sang gubernur. Berbagai kegiatan sang gubernur berupa judi di luar negeri menjadi sebuah bumbu yang kurang sedap.
Terbaru, Partai Demokrat (PD) menyiapkan Tim Pembela untuk Lukas Enembe. Sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Papua empat periode, wajarlah Partai Demokrat menyiapkan Tim Pembelanya. Apalagi Lukas Enembe ini adalah kesayangan dari SBY ketua majelis Tinggi PD.
Masalah sebenarnya bukan pada Tim Pembela yang disiapkan PD. Namun nuansa politik yang dibangun seakan kasus ini adalah kasus politik. Terjadi politisasi hukum. Dengan proses ini seakan ingin dibangun sebuah persepsi bahwa kasus ini adalah rekayasa politik dengan pisau hukum. Seakan terjadi politisasi hukum.
Disisi lain, muncul kesan bahwa seakan hukum tumpul dan dibuat tidak berlaku bagi orang politik. Penggunaan kekuasaan politik, termasuk menggunakan massa pendukung untuk mengawal rumah kediaman gubernur untuk menghalangi upaya hukum berupa penjemputan paksa menjadi sebuah tontonan yang tidak sedap. Ada upaya pengerahan kekuatan untuk menghalau dan menghalangi upaya hukum.
Anekdot hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas seakan diproklamirkan kembali dengan angkuhnya dalam kasus Lukas Enembe ini. Jika benar bahwa sang gubernur tidak bersalah, kenapa tidak berani menghadapi kasus hukum ini? Demikian pertanyaan orang awam. Berani karena benar, takut karena salah? Kenapa harus takut? Padahal persoalan ini bukan soal takut atau berani. Tidak sesederhana itu.
Kasus ini tambah runyam, ketika beredar pula foto sang gubernur sedang berjudi di kasino. Ada foto yang menunjukkan sang gubernur sedang dipapah memasuki kasino. Yang paling memprihatinkan, komentar Tim Kuasa Hukum sang gubernur bahwa itu refreshing ketika berobat ke luar negeri. Main judinya tidak besar, hanya kecil-kecilan. Wow!
Beberapa waktu yang lalu, PPATK dan Menko Polhukam menjelaskan bahwa ada setoran ke kasino di luar negeri sebesar 55 juta US dolar. Masih kategori main kecil-kecilan main judi dengan uang sejumlah itu? Jika itu masih kecil, lalu berapa yang main besarnya?
Perkembangan ini semakin membuat hati kita miris. Bagaimana seorang gubernur main judi di kasino luar negeri dengan biaya tinggi, sementara rakyatnya menderita dan serba kekurangan? Apakah benar semua hartanya ini merupakan warisan tambang emas atau karena jabatan sebagai gubernur yang memberikan kekuntungan dan kekayaan ini? Apakah pelaporan harta selama ini benar? Semua harta ini dilaporkan ke KPK sebelum ini?
Pertanyaannya, apakah layak seorang gubernur berjudi di luar negeri? Apakah ini masih layak secara etika moral bagi pejabat kita? Bolehkah pejabat publik berjudi? Supaya jangan terkena sanksi hukum, lalu berjudi ke luar negeri? Ini sebuah tontonan buruk bagi bangsa ini dan juga kepada dunia internasional. Kemunafikan kita, Â melarang judi di Indonesia, sementara pejabatnya berjudi ke luar negeri.
Apakah PD akan membiarkan Lukas Enembe ini akan berhadapan dengan penyidik KPK menggunakan massa dan kekuasaan politik? Adakah saran, pendapat atau nasehat hukum diberikan kepada yang bersangkutan untuk percaya diri menghadapi kasus ini secara gentlemen.