Penggerebekan Judi Marak, Pembersihan Sesaat Untuk Pencitraan Atau Penutupan Total?
Aneh ya, penggerebekan judi  marak, kata seorang teman berceloteh di WA grup kami. Ini kali ada kaitannya dengan beredarnya selebaran Kaisar Sambo dan Konsorsium 303, katanya lagi melanjutkan dengan pertanyaan. Salah satu Kapolda ikut menggerebek judinya secara langsung. Padahal namanya ikut dalam struktur kekasiaran dan konsorsium 303 tersebut.
Lebih aneh lagi, bos atau gembong judi yang yang digerebek tersebut, pada hari yang sama sudah melarikan diri ke Singapura dengan keluarganya. Dengan keluarganya ya. Bukan diri sendiri. Berarti pelarian ini juga merupakan bagian dari skenario perlindungan  konsorsium tersebut? Penggerebekan ini bocor, dibocorkan atau ada pemberitahuan kepada bos judi tersebut, kita tidak tahu. Jangan-jangan ini dibantu untuk melarikan diri ke luar negeri.
Pertanyaan anehnya lagi, apakah penggerebekan judi ini hanya sementara untuk pencitraan polisi yang sudah babak belur hancur berantakan gegara Ferdy Sambo dan kekaisarannya? Kenapa tiba-tiba penggerebekan judi ini marak, semarak-maraknya? Berita mau dipindahkan dari Kasus Ferdy Sambo, Kematian Brigadir J menjadi penggerebekan judi?
Pernyataan Kapolri di depan Komisi III DPR bahwa dia membuat pernyataan bahwa semasa dia dilarang judi. Sudah berapa tahun Kapolri menjabat? Apakah selama ini ada penggerebekan judi seperti sekarang ini? Kenapa setelah kasus Ferdy Sambo membunuh Brigadir J baru menggerebek judi ini?
Apakah sinyalemen konsorsium 303 Ferdy Sambo merambat kemana-mana dan uangnya pergi juga kebanyak petinggi dan pejabat itu benar? Apakah para Kapolda yang diangkat Kapolri selama ini tidak tahu ada judi online dan darat ini? Apakah judi ini baru ada setelah kematian Brigadir J? Atau penggerebekannya yang dilakukan setelah kematian Brigadir J ini?
Satu nyawa Brigadir J ternyata bisa menyengsarakan ribuan orang ya. Ferdy Sambo dan hampir seratus pejabat Polri diperiksa. Para Kapolda sibuk membuat rencana penggerebekan judi. Para gembong judi harus melarikan diri sementara waktu ke Singapura. Pengamanan sementara, sambil melihat situasi. Jika sudah aman, nanti kembali, buat yang baru di tempat yang baru. Ini mah gaya lama atau sudah klasik gaya ini.
Apakah pernyataan Kapolri bahwa selama periodenya tidak ada judi akan menjadi kenyataan? Atau itu hanya taktik menyelamatkan diri di depan Komisi III DPR RI yang mendukungnya? Apakah pasca Rapat dengan Komisi III DPR ini akan dilanjutkan penggerebekan dan penutupan judi online dan darat akan dilanjutkan dan ditutup secara permanen?
Perjudian tidak mungkin hidup dan marak tanpa beking dari aparat Polri dan tentara. Pergi saja ke tempat judi, maka aroma pengamanan dan pengawalan bukan gaya sipil, namun milteristik. Diyakini bahwa dibelakang perjudian ini melibatkan aparat penegak hukum.
Polisi dan tentara menjadi bagian pengamanannya dengan preman dan organisasi preman yang berkedok agama. Bercampur baur disitu. Ada orangnya, ada lembaganya, tahu kita, tetapi tidak boleh diberitahu. Nanti penyebutan nama itu menjadi tindak pidana pencemaran nama baik. Aneh kan? Mengatakan yang benar ada judi yang dibekingi aparat polisi dan tentara menjadi tindak pidana pencemaran nama baik, perjudian yang melanggar hukum pidana yang dibekingi aparat itu berjalan aman dan setorannya kepada para jenderal yang membekingi.
Dalam konteks seperti itulah, penemuan bunker 900 M milik Ferdy Sambo tidak mengejutkan. Bahkan seorang teman mengatakan bahwa jangan-jangan jumlahnya lebih dari jumlah itu. Mungkinkah itu? Sangat mungkin. Setoran perjudian semuanya tunai keras. Tidak ada transfer, semuanya terselubung. Brankas dan bunker itu bukan sesuatu yang baru. Dulu rekening gemuk petinggi polri. Kini brankas dan bunker gemuk. Ganti nama saja kok.
Nah kembali ke judul tulisan ini, apakah penggerebekan ini hanya untuk sementara dan demi pencitraan pembersihan nama Polri sebagai lembaga penegak hukum? Atau ini akan menjadi momen penutupan judi selama Kapolri Sigit menjabat sebagai Kapolri? Kita akan melihatnya kelak.
Selama perjudian dilarang di Indonesia, maka perjudian gelap yang dibekingi aparat akan tetap marak. Perjudian tidak bisa dilenyapkan dari bumi Indonesia. Penjudinya banyak, itu berarti permintaan banyak. Aparat banyak yang ingin kaya dengan membekingi. Para pengusaha judi banyak dan ingin mempekerjakan banyak orang. Permintaan dan penawaran judi bertemu, maka terciptalah pasar judi. Tidak ada izin, aparatlah yang menjadi pelindung. Setoran sebagai jaminan perlindungan.
Ini sudah menjadi konspirasi menghadapi larangan perjudian. Lihatlah dulu Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta 1967-1977. Dia legalkan perjudian. Hasil pajak judi digunakan membangun jalan dan berbagai pembangunan gedung untuk kepentingan masyarakat. Aparat gigit jari. Hanya pengamanan perjudian yang legal saja. Manfaat uang hasil pajak  judi digunakan gubernur untuk membangun wilayahnya.
Menurut cerita salah seorang bawahan gubernur Ali Sadikin, pernah seorang tokoh agama menemuinya dan memprotes penggunaan uang judi membangun jalan sampai ke kampung-kampung Jakarta. Itu haram hukumnya. Lalu sang gubernur menjawab dengan tegas, jika pak kiai menganggap jalan yang dibangun dengan uang judi haram, jangan pernah berjalan di jalan haram itu. Pajak dari judi itu sah secara hukum negara, walaupun haram menurut hukum agama.
Kita memang terkesan menjadi bangsa yang munafik. Negara yang berdasarkan agama Islam seperti negara jiran Malaysia melegalkan judi di satu kawasan tertentu seperti Genting. Mereka membatasi ketat. Tidak boleh ada penduduk disana yang ikut bermain judi. Penjudinya dari negara lain. Hotel penuh, kasino penuh, setoran pajaknya penuh. Kita? Melarang judi, pajak judi nggak ada. Tetapi judinya marak, setoran pajaknya pindah kepada oknum aparat. Yang kaya dan menikmati pajak judinya adalah aparat, bukan rakyat.
Selama bangsa ini tetap memelihara kemunafikannya dengan melarang judi, percayalah judi itu akan tetap ada di bumi Indonesia, terlepas siapapun Kapolri dan siapapun presiden. Penjudi, pengusaha judi, aparat beking judi tidak akan pernah kalah dengan aturan dan hukum. Dimanapun di dunia ini judi akan tetap ada, mau diakui negara sebagai usaha yang legal atau illegal, judi akan tetap ada.
Apakah naif, jika seorang Kapolri mengatakan tidak boleh ada judi selama dia menjabat Kapolri? Tergantung penilaian kita. Apakah itu serius dan dari hati yang paling mendalam atau sekedar ucapan di depan Komisi III DPR, silahkan menilainya.
Menurut hemat penulis, penggerebekan judi hanyalah sementara atau demi kepentingan sesaat untuk pencitraan. Nanti, jika suasana sudah kondusif, perjudian akan marak lagi. Mungkin dengan nama atau model yang baru. Orangnya itu-itu juga. Oknumnya juga itu-itu juga. Ya polisi, ya tentara, oknumnya banyak.
Ini berarti masalah judi  hanya pergantian waktu saja. Jika sebelumnya judi yang marak, maka kini penggerebekan judi yang marak. Nanti akan berganti menjadi perjudian yang marak. Ketika penggerebekan judi yang marak, para gembong dan pemain judi tiarap atau lari.
Jika perjudian yang marak, maka aparatnya yang tiarap di tempat judi untuk melindungi. Para jenderalnya menerima setoran dan menyimpannya dalam brankas di bunker. Sesederhana itu permainannya? Ya, kira-kira begitulah. Tak percaya? Itu terserah pembaca sekalian. Ini bukan soal percaya atau tidak percaya. Namun ini sebuah fakta. Judi ada dimana-mana.
Salam Penggerebekan Judi Ecek-ecek.
Aldentua Siringoringo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H