Penghinaan Presiden (Pasal 218 RKUHP), Anti Demokrasi?
RKUHP lagi marak dibicarakan. Pemerintah yang diwakili  Wakil Menkumham menyerahkan RKUHP kepada DPR pada tanggal 6 Juli 2022 yang lalu. Berbagai komentar mulai bertebar. Media mulai mengulas. Para pakar dan yang merasa pakar memberikan opini dan pendapat.
Salah satu yang paling disorot dari RKUHP ini adalah isi pasal 218 tentang penghinaan kepada presiden. Seseorang bisa dihukum penjara selama 3 tahun 6 bulan dari semula 6 tahun, jika menghina presiden. Dan penghinaan presiden menjadi delik aduan. Artinya delik ini hanya bisa diadukan oleh presiden sendiri, tidak boleh orang lain.
Para penggiat demokrasi dan HAM menganggap pasal 218 tentang penghinaan presiden ini dianggap sebagai anti demokrasi. Mereka menganggap bahwa ini merupakan pembungkaman terhadap pengkritik pemerintah. Apa iya? Apakah kritik sama dengan penghinaan?
Pasal 218 RKUHP mengatur tentang penghinaan terhadap presiden, bukan tentang mengkritik. Kritik berbeda dengan menghina. Itu harus diluruskan. Apakah kritik bisa ditafsirkan menjadi penghinaan? Bisa saja. Namun logika orang waras pasti bisa membedakan kritik dengan penghinaan. Harapan kita presiden adalah orang yang waras dan para penegak hukum juga adalah orang waras.
Memang, pengalaman di masa Orde Baru, bagaimana orang yang mengkritik pemerintah dan presiden mendapat perlakuan yang tidak baik. Kita berusaha keras membongkar otoriterisme Orde Baru. Namun disisi lain, pengalaman negara bangsa kita setelah reformasi harus dipertimbangkan juga. Dengan alasan kebebasan berpendapat, banyak orang yang tidak saja mengkritik presiden, namun sudah menghina.
Ada sebutan presiden 'antek asing' dan 'antek aseng'. Presiden itu 'komunis' dan 'Cina'. Presiden tidak Islam dan berbagai tuduhan lain. Apakah ini masih sebatas kritik? Ataukah ini sudah penghinaan? Tidak usah pakai rumus KUHP, pakai rumus logika orang waras saja. Dulu kepada SBY dituduh berbagai hal, dan bahkan ada yang ingin membunuhnya.
Nah, ketika seseorang menghina presiden, bolehkah presidennya mengadukannya? Dalam dunia hukum kita, setiap orang yang merasa dihina, berhak mengadukan orang yang menghinanya. Dan penegak hukum wajib melakukan proses hukum dari pengaduan orang yang merasa dihina tersebut.
Ketika yang dihina itu seorang presiden, dengan dalih untuk dan atas nama demokrasi, presiden tidak boleh mengadukannya? Bukankah negara demokrasi menganut paham bahwa semua orang sama kedudukannya dalam hukum? Lalu, kalau warga negara biasa dihina boleh mengadu, jika presiden dihina tidak boleh mengadu?
Dimana prinsip equality before the law atau semua sama di hadapan hukum itu berlaku?  Bukankah ini yang diskriminasi dan anti demokrasi? Apakah ini tidak terbalik? Justeru pelarangan presiden mengadukan orang yang menghinanya yang anti demokrasi.
Presiden adalah wajah dan terkadang menjadi simbol negara. Negara kita diwakili presiden sebagai kepala negara dalam kancah internasional. Pertemuan di Perserikatan Bangsa-bangsa, ASEAN dan berbagai forum internasional. Kunjungan ke berbagai negara juga seringkali diwakili presiden.