Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Google dan Indonesia Saling Membutuhkan, Relakah Putus Hubungan?

21 Juli 2022   06:12 Diperbarui: 21 Juli 2022   06:30 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Google dan Indonesia Saling Membutuhkan, Relakah Putus Hubungan?

Ketentuan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dengan batas waktu 20 Juli 2022 membuat kita bertanya dalam hati, apakah Google akan diblokir? Bukankah Google membutuhkan Indonesia yang memiliki pengguna internet puluhan juta orang? Relakah Google melepaskan pasar Indonesia?

Ketika Kemenkominfo mengumumkan wajib pendaftaran bagi PSE yang ada di Indonesia, banyak pengguna internet di Indonesia yang was-was. Apakah PSE seperti Facebook, Whatsapp, Instagram, tweeter dan Google akan mendaftar? Bagaimana jika mereka tidak mendaftar dan diblokir?

Untuk apa mendaftar?

Sebagai negara yang berdaulat atas wilayah dan teritorial, termasuk dunia maya yang ada diatas wilayah Indonesia, wajarlah dan wajib pemerintah mengelola, menata dan mengatur regulasi tentang segala sesuatu yang ada di darat, laut  dan udara. Sama dengan frekwensi radio dan TV. Semua harus tunduk, jika ingin melakukan kegiatan penyiaran di Indonesia.

Bahkan ketentuan kewajiban membuat kantor perwakilan dan perusahaannya harus ada  di Indonesia, jika ingin beraktivitas di Indonesia. Penataan dan pendaftaran PSE ini juga cukup terlambat.

Berbagai negara sudah lebih dahulu membuat peraturan pembinaan tentang PSE ini. Di Jerman misalnya, jika ada berita hoaks di Facebook, 1 kali 24 jam, berita itu harus dihapus. Jika tidak aka nada sanksi bagi Facebook.

Ada negara yang mendenda Google karena kesalahan dengan jumlah triliunan. Di China mereka mengembangkan We chat dan berbagai negara seperti Korea Utara dan Rusia memperlakukan PSE seperti Google harus mengikuti peraturan yang mereka buat. Bahkan ada yang melarangnya.

Masih segar dalam ingatan kita ketika masa Orde Baru, ada dikenal pembreidelan pers. Pers yang dianggap berbahaya mengkritik pemerintah akan dibreidel. Majalah Tempo, Koran Sinar Harapan, Kompas pernah mengalami pembreidelan tersebut. Majalah Tempo dan Harian Kompas terbit kembali setelah menandatangani pernyataan, Sinar harapan diganti menjadi Suara Pembaruan.

Mesin pencari seperti Google relakah melepaskan pasar internet Indonesia yang memiliki pengguna puluhan juta? Google pasti akan berhitung. Berapa keuntungan yang diperolehnya dari Indonesia? Bagaimana jika mereka melepaskan pasar Indonesia hanya karena syarat pendaftaran PSE yang diwajibkan Kemenkominfo? Sebagai perusahaan bisnis yang berorientasi profit pastilah menghitung untung ruginya.

Bagi Indonesia, kebutuhan akan Google sebagai mesin pencari juga penting. Kebiasaan yang sudah mendarah daging, asal ada yang mau diketahui, maka semua bertanya kepada mbah Google. Mbah Google setia setiap saat menjawab pertanyaan para cucunya dua puluh empat jam. Apakah Indonesia rela kehilangan mbah Google yang setia dan siap setiap saat menjawab pertanyaan karena diblokir?

Warganet +62 akan keberatan juga, jika Google akan hilang dari bumi Indonesia. Bagaimana jika Google tidak mau mendaftarkan lalu diblokir. Sekali lagi, warganet +62 tidak usah terlalu khawatir. Mutualistis simbiosis sudah terjadi antara Google dengan Indonesia. Saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Siapa yang mau rugi? Siapa yang mau putus hubungan?

Goole akan rugi jika meninggalkan Indonesia dan Google diblokir di Indonesia. Warganet Indonesia juga akan rugi, jika Google diblokir dan menghilang dari Indonesia. Mungkin bisa dicari mesin pencari yang lain. Namun hal itu tidak sama.

Jadi warganet +62 percaya saja bahwa Goole dan Kemenkominfo akan sepakat mematuhi aturan pendaftaran PSE dengan berbagai syarat dan ketentuan. Google memang tidak akan patuh seratus persen. Sebagai perusahaan global, mereka tentu tidak serta merta tunduk terhadap peraturan yang dibuat setiap negara.

Google pasti akan mempertimbangkan berbagai hal dan tidak mau didikte oleh siapapun dan pemerintah negara manapun. Namun Google juga harus menyadari bahwa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Ada aturan dan syarat ketentuan di setiap wilayah negara tertentu. Jika ingin berkiprah di Indonesia, maka Google harus patuh dengan peraturan di Indonesia, termasuk pendaftaran PSE di Kemenkominfo.

Pilihannya menjadi sederhana, ingin berkiprah dan terus menjadi Mbah bagi warganet+62? Silahkan mendaftar sebagai PSE. Tidak mau mendaftar, Kemenkominfo akan memblokir sementara. Jika tidak mendaftar juga, maka akan diblokir selamanya dan  silahkan hengkang dari bumi Indonesia.

Maukah Google hengkang dari Indonesia? Relakah Google meninggalkan puluhan juta warganet+62 yang selalu bertanya kepadanya sebagai Mbah? Siapkah warganet+62 kehilangan Mbah Google? Semua itu harus dipertimbangkan Google. Harapan kita Google akan mematuhi aturan yang ada di Indonesia dan tetap menjadi Mbah bagi warganet+62. Selamat mendaftar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun