Jokowi sebagai presiden Indonesia kini berada di tengah tiga gelombang. Gelombang pertama adalah Invasi. Invasi Rusia ke Ukraina. Indonesia sebagai presidensi G20 berada ditengah gelombang Invasi Rusia ke Ukraina. AS dan negara anggota NATO yang menjadi anggota G20 mengancam akan memboikot KTT G20 dan seluruh pertemuan, jika dihadiri Putin atau delegasi Rusia.
Jokowi seakan terjepit di antara Rusia dan AS berserta sekutunya. Bagaikan meniti buih, Jokowi harus berjalan dengan hati-hati dengan ancaman boikot tersebut. Sangat dilematis. Bagaikan buah simalakama, memilih mengundang Rusia, maka AS dan sekutunya memboikot. Jika tidak mengundang Rusia, maka independensi dan wibawa sebagai Presidensi G20 dipertaruhkan.
Gelombang kedua adalah inflasi. Angka inflasi di Indonesia meningkat. Ini adalah akibat kenaikan harga bahan pokok. Langkanya bahan pokok, khusus minyak goreng dan kenaikan harga daging sapi telah meningkatkan laju inflasi di Indonesia. Selama ini era Jokowi termasuk sukses mengelola dan meredam laju inflasi, namun kini laju inflasi meningkat.
Jokowi sudah marah-marah ke menterinya tentang langkanya minyak goreng, kenaikan harga daging sapi dan berbagai persoalan yang lain, namun keadaan belum berubah ke arah yang baik. Keadaan rakyat masih terganggu dan pemandangan atas emak-emak pengantri minyak goreng masih terjadi.
Gelombang ketiga adalah gelombang demonstrasi. BEM Seluruh Indonesia akan melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 11 April 2022. Ini adalah lanjutan dari demo sebelumnya. Konon kabarnya, demonstrasi akan menurunkan Jokowi. Walaupun sudah dibantah, namun dugaan demonstrasi ini akan menurunkan Jokowi sulit dibantah. Apakah berhasil atau tidak, nanti kita akan lihat.
Ketiga gelombang diatas terjadi sekarang ini. Masih berlangsung dan akan berlangsung lagi. Kita tidak tahu kapan berakhirnya gelombang tersebut.
Gelombang pertama yaitu invasi masih berlangsung. Perundingan antara Delegasi Rusia dan Ukraina sudah berjalan, namun belum sukses untuk membuat gencatan senjata atau menghentikan perang. Posisi Indonesia sebagai presidensi G20 sangat terpengaruh akibat invasi ini. Kesuksesan KTT G20 Bali pada bulan Nopember yang akan datang sangat dipengaruhi invasi ini.
Jika invasi berhenti sebelum KTT G20 Bali, maka mungkin semua anggota G20 akan hadir, ancaman boikot gugur dengan sendirinya. Namun jika invasi ini masih berlangsung sampai dengan waktu penyelenggaraan KTT G20, maka ancaman boikot dari AS dan sekutunya NATO kemungkinan akan terjadi. Ini pasti menyulitkan Indonesia dan sangat mengganggu keberhasilan misi Indonesia sebagai presidensi G20.
Gelombang kedua, inflasi juga masih terjadi. Jika Jokowi gagal menekan dan mengendalikan laju inflasi, maka harga-harga bahan pokok semakin melambung tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat turun dan rendah, maka ini akan menyulitkan perekonomian Indonesia. Bantuan sosial akan semakin banyak diperlukan. Pilihannya adalah prioritas mengendalikan inflasi atau menambah bantuan tunai yang akan membebani APBN kita yang sudah tinggi angka defisitnya.
Oleh karena itu Jokowi harus menyusun dan membuat langkah strategis untuk menghentikan laju inflasi agar bisa menjaga pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah defisitnya APBN.
Gelombang ketiga, demonstrasi juga menjadi beban tersendiri. Kenapa? Salah satu tuntutan mahasiswa adalah agar Jokowi secara tegas menghentikan isu presiden tiga periode dan penundaan pemilu. Ini memang terkesan aneh. Presiden Jokowi sudah terang-terangan melarang menterinya untuk membahas dan membicarakan presiden tiga periode dan penundaan pemilu. Kenapa Jokowi yang didemo?