Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Quo Vadis Revisi UU ITE?

24 Februari 2021   08:11 Diperbarui: 26 Februari 2021   07:13 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi media sosial yang populer dan banyak digunakan. (sumber: pixabay.com/Becomepopular)

Pernyataan presiden Jokowi dalam Rapim TNI POLRI soal Revisi UU ITE ternyata membawa pengaruh yang kuat. Kapolri membuat Surat Edaran dan petunjuk. 

Menkopolhukham dan Menteri Komunikasi dan Informatika segera membentuk dua tim. Satu tim mengkaji substansi UU ITE dan satu tim lagi mengkaji penerapan dari UU ITE. Kenapa harus dua tim?

Pertanyaan kritis kita, quo vadis tim revisi ini? Mau dibawa kemana arah Revisi UU ITE ini? Terasa aneh dan lucu saja. Seakan kita sibuk mencari bagaimana merevisi UU ITE dan seakan mencari alasan untuk merevisinya. 

Lalu apanya yang mau direvisi? Kok seperti kebakaran jenggot dan kehilangan arah atau disorientasi. Mengkajinya saja harus dibagi dua. Tidak terintegrasi. 

Sesungguhnya, jika satu Undang-undang bermasalah, harus jelas kita lihat masalahnya. Masalahnya di mana? Isi atau kontennyakah? Kalau isi atau kontennya yang bermasalah, maka ujilah isi undang-undang ini. 

Ada gugatan materil ke Mahkamah Konstitusi. Atau usulan perubahan dari pemerintah dan DPR. Bagaimana caranya? Ujilah dengan naskah akademis. Kenapa?

Pembuatan sebuah RUU haruslah berdasarkan naskah akademis yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam naskah akademis dijabarkan latar belakang, tinjauan filosofis, sosiologis dan juridis dari satu kebutuhan dan urgensi pentingnya sebuah RUU. 

Dengan rancangan berdasarkan naskah akademi yang baik, maka relevansi dan urgensi RUU tersebut terlihat jelas dan menjadi acuan yang baku. Dan harus selalu berorientasi sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat yang sangat dinamis.

Maka kalau kini UU ITE dianggap bermasalah isinya, harus dikaji dan dipelajari lagi naskah akademis ketika UU ini dibuat. Dikaji lagi secara ilmiah. 

Apakah ada masalah dalam naskah akademisnya dulu? Atau jangan-jangan tidak ada naskah akademisnya. Kalau itu yang terjadi, wajarlah keberadaan UU ITE ini carut marut. 

Atau ada, namun tidak memadai sebagai naskah akademis. Sambal lada, asal ada saja. Harus ditanya lagi Presiden dan Wakil Presiden ketika itu, SBY dan JK, juga DPR ketika itu.

Kalau implementasinya yang bermasalah dan multi tafsir, maka implementasinyalah yang dibenahi. Dimana letak masalah dari implementasinya? Ini lagi problem kita. 

Cukupkah Instruksi atau surat edaran Kapolri. Di sini penting taat asas atau komitmen serta konsisten kita mematuhi hukum dan tata urutan perundang-undangan kita.

Dalam tata urutan perundang-undangan kita mulai dari Tap MPRS no XX/MPRS/1966 sampai ke Tap MPR no III/2000 sampai sekarang selalu menetapkan tata urutan perundang-undangan kita. 

Tingkatan mulai dari UUD dijabarkan dengan UU. Undang-undang dijabarkan pelaksanaannya dengan Peraturan Pemerintah, lalu dilanjutkan dengan Peraturan Presiden sampai kepada Peraturan Menteri. Instruksi Kapolri mungkin disejajarkan dengan Peraturan Menteri.

Apakah UU ITE ini sudah dibuat peraturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menterinya? Peraturan yang mana yang bermasalah untuk melaksanakan UU ITE ini? Atau peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri belum dibuat?

Revisi undang-undang itu baik, jika memang dibutuhkan. Namun, jika revisi dilakukan secara gegabah dan kurang cermat, ini bisa mengulangi kesalahan ketika membuat UU ini. 

UU ITE dibuat untuk meredam kritik dan ujaran kebencian serta pencemaran nama baik ketika itu, kini ketika kritik, ujaran kebencian dan hoaks dianggap sebagai hak yang tidak bisa dihukum, maka UU ITE ini seakan harus dibumihanguskan atau minimal direvisi. 

Padahal UU ITE ini bertujuan menjaga agar ruang digital kita bersih, santun, beretika dan produktif. Tidak berisi cacian, ujaran kebencian, mengancam disingrasi bangsa, dan penuh intrik dan isu SARA.

Alangkah eloknya, pemerintah dalam melakukan kajian terhadap revisi UU ITE ini dengan mematuhi prinsip dan aturan pembentukan peraturan perundang-undangan. Tidak serampangan dan membuat sesuka hatinya. 

Perlu kajian yang komprehensif, terintegrasi dan menyeluruh. Membagi dua tim pengkajian, sudah masalah tersendiri, sebab bisa menimbulkan ego tersendiri bagi tim pengkajian itu. 

Setiap tim akan menonjolkan kajian tanpa memperhatikan kajian dari tim lain. Kajian atas isi atau konten dengan penerapan haruslah disatukan.

Apa yang diatur dalam UU no 15 tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang no 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan perundang-undangan hendaklah menjadi acuan dasar.

Dalam pasal 1 UU no 15/2019  poin 11 kembali diulang tentang pengertian Naskah akademis yaitu naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-undang, Rencana Perda Provinsi atau Rencana Perda Kabupaten/kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Dalam hal perubahan  dan revisi UU ITE ini sebaiknya dilakukan lagi penelitian hukum yang melibatkan berbagai universitas di Indonesia dalam rangka menyusun Naskah Akademis yang baru sebagai dasar revisi dari UU ITE ini. 

Hal ini dibutuhkan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat sekarang ini. UU ITE dianggap sebagai momok dalam meberikan kritik kepada pemerintah, namun sesama warga yang saling melapor.

Semangat melakukan revisi UU ITE ini boleh tinggi, namun semangat itu harus dibarengi dengan semangat dan prinsip serta ketentuan  yang berlaku untuk pembentukan atau perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. 

UU no 15 tahun 2019 tentang perubahan Undang-undang no 12 tahun 2011 harus menjadi acuan dan dasar hukum perubahan UU ITE ini. Patuhi prosedur hukum untuk membuat hukum yang baik. Janganlah ingin memperbaiki hukum, tetapi tidak menghormati hukum. Semoga.

Salam hangat.
Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun