Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Demokrat, Habis Isu Kudeta, Terbitlah Curigai Jokowi Soal Gibran

11 Februari 2021   09:57 Diperbarui: 11 Februari 2021   10:13 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"RUU Pemilu Disetop, PD Curiga Jokowi siapkan Gibran Maju Pilgub DKI 2024," demikian judul sebuah berita. (detiknews, Kamis 10 Pebruari 2021

Memang, lama-lama Partai Demokrat ini akan menjadi sebuah partai pelempar isu, curiga dan entah apalagi. Seakan tak ada lagi nalar, logika dan fakta yang benar. Semua diputarbalikkan dan membuat pernyataan yang seakan benar, padahal bohong.  Mari kita lihat dari pernyataan ini.

   "Ini tentu akan menjadi banyak pertanyaan masyarakat karena inkonsistensi pemerintah dan parlemen hanya memikirkan kepentingan kekuasaan semata sangat susah untuk dibantah," kata Wasekjen Partai Demokrat, Irwan, ketika dihubungi, Rabu, 10-2-2021.(detiknews, 10-2-2-21)

Kenapa menyebut pemerintah inkonsisten? Apakah pemerintah ikut merumuskan hak inisiatif DPR untuk revisi UU Penilu 2017? Kok memakai banyak pertanyaan masyarakat, padahal jelas itu klaim yang salah. Pemerintah bukan pihak yang mengusulkan Revisi UU Pemilu. Pemerintah menolak. Justeru pemerintah konsisten tidak mau merevisi UU Pemilu. Terbalik.

Lebih lanjut pernyataannya yang dikutip detiknews menyatakan bahwa, "Apalagi revisi pemilu ini sejatinya adalah kehendak seluruh fraksi di parlemen ditandai dengan masuknya RUU Pemilu dalam Prolegnas Prioritas 2020. Mengapa sejak Presiden Jokowi statement menolak kemudian dibarengi partai koalisi pemerintah semuanya balik badan," katanya.

Nah ini lagi. Sebagai Prolegnas Prioritas 2020 toh tidak terlaksana. Apakah wajib lagi itu dilakukan 2021? Berapa RUU Prolegnas Prioritas di DPR yang bisa diwujudkan. Sangat menyedihkan. Hampir setiap tahun, produktivitas DPR dalam menyelesaikan Prolegnas itu sangat menyedihkan. Dari 40 RUU Prolegnas Prioritas, terkadang hanya 3-4 RUU  yang bisa diselesaikan menjadi UU. Kalau Koalisi Pemerintah sepakat dan sejalan dengan pemerintah itu wajar. Jangan seperti era SBY, Koalisi Pemerintah yang menghabisi pemerintah di DPR. Menikam dari belakang. Prihatin.

Apakah semua RUU yang masuk dalam Prolegnas sudah menjadi kesepakatan dan konsisten sampai akhirnya. Perjalanan pembahasan RUU  DPR RI tidak selalu mulus dan selalu dinamis. Perubahan prioritas di tengah jalan itu adalah hal lumrah dalam perpolitikan Indonesia. Tidak paham dinamika.

Nah yang paling mengenaskan pernyataan berikutnya. "Apakah ada faktor baru yang membuat pemerintah merubah kebijakan politik dengan menundanya ke tahun 2024? Mungkinkah keputusan ini kemungkinan Presiden Jokowi mempersiapkan keberangkatan Gibran dari Solo ke Jakarta? Karena dirasa terlalu cepat jika Gibran berangkat tahun 2022. Pertanyaan ini muncul di masyarakat banyak karena terus terang saja, saya sendiripun sulit untuk menemukan penjelasan lain yang lebih masuk akal," demikian pernyataannya.

Sangat mengenaskan pernyataan ini. Pemutarbalikan fakta atas Undang-undang dan peraturan yang ditetapkan DPR dan pemerintah. Tidak perlu menemukan penjelasan lain. Baca saja pasal 201 ayat (8) dan (9) UU no 12 tahun 2016 yang sangat tegas mengatur bahwa Pilkada Serentak dilakukan pada bulan November 2024. Siapa yang menunda? Pemerintah menunda? Kalau menunda tahun 2024 berarti menjadi tahun berapa? Tahun 2026 atau tahun 2027? Atau tahun 2045 setelah Indonesia berumur 100 tahun? Pemutarbalikan fakta.

Justeru DPR yang ingin mempercepat dari apa yang diatur 2024 menjadi 2022 dan 2023. Itupun salahnya rancu. Yang mau dirubah atau direvisi UU Pemilu 2017, tapi ingin digabungkan UU Pilkada 2016 ke UU Pemilu. Inipun salah kaprah. Memadukan dua rezim yang berbeda. Rezim Pemilu dan rezim Pilkada. Kalau Pilkada 2024 diubah menjadi 2022 bukan menunda, tetapi mempercepat. Siapa yang mau mempercepat? DPR dengan Revisi UU Pemilu itu. Bukan pemerintah. Salah kaprah.

Jadi disini terjadi pemutarbalikan fakta tersebut. Penyebutan menunda ke tahun 2024 memperlihatkan betapa ironisnya seorang anggota DPR tidak tahu atau tidak mau tahu atau pura-pura tidak tahu isi pasal 201 dari UU no 12 tahun 2016 tersebut. Bukan saja tidak tahu, tetapi membalikkan seakan menunda ke tahun 2024. Dalam tulisan sebelumnya kami sudah menegaskan bahwa Pilkada Serentak itu tahun 2024, bukan 2022. Tidak ada yang menunda. Ingin mempercepat, ya ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun