Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Marah, Haruskah Reshuffle?

11 Juli 2020   17:07 Diperbarui: 11 Juli 2020   17:06 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Marah, Haruskah Reshuffle?

Maju mundurkah reshuffle? Presiden marah pada tanggal 18 Juni 2020, diunggah di YouTube pada tanggal 28 Juni 2020. Lalu presiden marah lagi dalam Rapat Terbatas 7 Juli 2020. Penulis menyebut marah seri-2. Apakah marah dua kali ini harus diakhiri dengan reshuffle?

Kami dalam tulisan tentang marah seri-1 presiden tanggal 18 Juni 2020, penulis mempertanyakan pengunggahan acara tersebut. Layakkah acara pengarahan yang marah tersebut diunggah dan disebarluaskan ke masyarakat? Apa maksudnya? Apakah pengalihan isu dari RUU HIP dan tuduhan kebangkitan PKI?

Lalu kemarahan seri-2 tanggal 7 Juli 2020 tersebut lebih tegas lagi  tentang penyerapan anggaran. Apakah marah seri-1 belum juga cukup untuk memacu para menteri untuk bekerja cepat seperti yang diharapkan presiden? Lalu kenapa Mensesneg Pratikno mengatakan tidak relevan lagi membicarakan reshuffle? Apakah para menteri sudah dengan sigap melakukan tugasnya dengan baik, sesuai harapan presiden?

Apakah kalung anti virus corona dari Kementerian Pertanian, penangkapan Pauline oleh Kemenkumham, turunnya Menkes Terawan ke Jawa Timur cukup sebagai jawaban ke presiden, sehingga Mensesneg Pratikno mengatakan reshuffle tidak relevan lagi?

Politik pemerintahan ini memang sangat menarik. Isu reshuffle telah menjadi magnit luar biasa kuatnya menyedot isu politik lain dalam bidang kenegaraan dan pemerintahan. Kenapa? Posisi para menteri, baik melalui jalur parpol pendukung koalisi Jokowi ataupun jalur profesional, semua itu ditentukan oleh presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri adalah hak prerogatif presiden. Itu mutlak.

Para menteri yang diancam akan diganti tentu saja tersentak dan tidak ingin diganti, jika masih memungkinkan untuk memperbaikinya. Kecuali kalau sang menteri tidak mau lagi memperpanjang karirnya sebagai menteri.  Mana tahu  jabatan itu telah menjadi tekanan bagi dirinya dan keluarganya.

Bagi partai politik yang kadernya ada di kabinet lain lagi ceritanya. Ini menyangkut eksistensi dan harga diri parpol pendukung. Sekaligus sebagai penghargaan atas keringat partai itu yang ikut memenangkan presiden. Apalagi kalau kadernya diganti oleh kader dari parpol lain. 

Kalau dari parpol sesama pendukung masih bisa dimengerti, walau sudah sakit hati. Akan lebih sakit hati, jika kadernya digantikan kader dari partai di luar pendukung yang tidak ikut berkeringat memenangkan presiden. Bukan tidak berkeringat saja, tapi lawan dalam konstestasi Pilpres. Sakitnya disini, di hati ini, dan malunya di sini, di muka.

Kenapa isu reshuffle menjadi magnit kuat yang bisa menyedot isu politik paling hangat dan canggihpun? Reshuffle itu isu yang seksi, bagaikan wanita cantik, seksi dan rupawan bagi para pemuda yang sedang menanti calon isteri yang mau dipinang atau meminang. Entahlah mana duluan. Menteri menjadi jabatan dan karier pijakan untuk bisa menjadi presiden, wakil presiden atau jabatan di lembaga tinggi negara. Keren.

Reshuffle, sangat menakutkan bagi menteri yang mau diganti, namun sangat menjanjikan bagi para bakal calon menteri yang menganggap layak menjadi menteri.

Pada masa Orede Baru, ketika mau penyusunan kabinet, maka para calon menteri yang sudah diminta bio data dan jati dirinya sebagai bakan calon menteri dihinggapi penyakit AIDS. AIDS itu bukan penyakit HIV-AIDS, tetapi AIDS itu singkatan dari Aku Ingin Ditelepon Soeharto (AIDS). 

Karena biasanya Presiden Soeharto waktu itu akan menelepon calon menterinya. Dan biasanya para bakal calon menteri melarang seluruh keluarganya menggunakan telepon rumahnya. Pada waktu itu biasanya ditelepon ke telepon rumah.

Pada satu waktu ada satu teman yang sudah siap-siap menunggu telepon. Namanya cukup diunggulkan menduduki sebuah jabatan menteri. Pesta sudah disiapkan. Namun sampai pengumuman susunan kabinet, teleponnya tak berdering, penyakit AIDS tak kunjung sembuh. Penantian telepon dari Soeharto tak kunjung terjawab. Beliau kabarnya diserang stroke ringan. Rencana pesta ambyar.

Cerita ini perlu dicermati para bakal calon menteri yang sudah siap dan bermimpi akan masuk dan ikut dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM). Boleh berharap, tapi jangan terlalu berharap. Anggap saja main KIM seperti nama kabinet ini.

KIM itu bermain batu goncang nama lainnya, ikut semacam judi yang memakai nomor dalam nyanyian  dan barang siapa yang memiliki table karton yang nomornya sudah lengkap satu baris, dialah pemenangnya. Bisa menang, bisa kalah. Hanya satu pemenangnya. Inipun hanya satu yang bisa menduduki satu kementerian. Kalau beruntung, ya menang. Jika belum beruntung ya, sabarlah menunggu giliranh dalam permainan berikut.

Jika reshuffle jadi dilakukan sebelum 17 Agustus 2020, bolehlah berharap ya. Tapi kalau tidak jadi reshuffle, karena semua menteri bergerak cepat dan berubah setelah dimarahi dua kali, 18 Juni 2020 dan 7 Juli 2020, maka bolehlah berharap pada reshuffle masa mendatang.

Periode pertama presiden Jokowi 2014-2019 terjadi beberapa kali reshuffle. Periode kedua 2019-2024, mungkin saja segera terjadi atau ditunda dulu. Semua tergantung dan terserah presiden Jokowi. Siapa yang bisa menebak atau menakar maunya presiden Jokowi? Hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu, apakah reshuffle ini akan dilakukan atau tidak.

Dengan demikian, sambil berharap kepada Presiden Jokowi, para bakal calon menteri sebaiknya berdoalah kepada Tuhan, semoga hal itu bisa sampai ke hati dan pikiran presiden Jokowi. Jadi tidak usah cari perhatian, lobby sana sini, ambil muka sana sini, membuat gerakan politik sana sini, semua itu bisa membuat makin runyam dan menjadi ambyar.

Selamat berharap para bakal calon menteri atas reshuffle yang belum tentu ada atau tidak ada. Sekali lagi, boleh berharap, tetapi jangan terlalu berharap. Selamat menunggu. Istilahnya bukan AIDS (Aku Ingin Ditelepon Soeharto, tapi AIDJMM (Aku Ingin Diangkat Jokowi Menjadi Menteri). Selamat menanti.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun