"Bisa. Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat (PB) itu ada syaratnya. Tidak boleh terlibat dalam tindak pidana. Jika terlibat, maka status asimilasi atau PB nya bisa dicabut dan dia dimasukkan lagi ke Lapas. Seperti Bahar  Smith yang langsung dimasukkan lagi itu," kata Sang Kakek.
"Lalu bagaimana kasus keributan ini? Masih dilanjutkan?" tanya Sang Cucu.
"Ya tetap dijalani. Namun status PB nya yang dicabut, dan dia harus menjalani sisa hukumannya," kata Sang Kakek.
"Kasihan dia ya kek. Sudah sempat menikmati kebebasan dengan PB, gara-gara keributan ini dia masuk lagi," kata Sang Cucu.
"Kita kurang tahulah. Mana tahu pula itu disengaja untuk bisa masuk lagi ke Lapas. Sulit menebak itu," kata Sang Kakek.
"Disengaja untuk masuk lagi ke Lapas, apa maksudnya kek?" selidik Sang Cucu.
"Mungkin ada sesuatu disana. Misalnya di pulau itu, ada kerajinan para napi membuat batu cincin dan berbagai kerajinan lainnya. Dan biasanya mereka jual kepada pengunjung yang datang. Mana tahu hasilnya besar, dan sayang ditinggalkan. Sementara dunia preman ini kurang penghasilan sekarang ini. Apalagi masa pandemi Covid-19 ini. Kita kurang tahulah," kata Sang Kakek.
"Berarti polisi harus menyelidiki motif dari keributan ini ya kek," kata Sang Cucu.
"Ya, tapi tindakan mereka ini membuat orang takut. Kalau sampai sekuriti perumahan dan supir Ojol juga menjadi korban. Masyarakat kita sedang serius menghadapi  Covid-19, kok ditambah lagi masalah kerusuhan yang dilakukan para preman ini. Tambah resah masyarakat kita," kata Sang Kakek.
"Kita harapkan polisi tidak takut menangkap semua pelaku kerusuhan ini kek. Kita dukung polisinya untuk membekuk siapapun yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat," kata Sang Cucu.
"Betul. Pak polisi harus menegakkan hukum. Dan Ditjen Pemasyarakatan harus menegakkan hukum dengan mencabut status Pembebasan Bersyaratnya. Jangan tebang pilih dalam menagakkan aturan tentang asimilasi dan PB," kata Sang Kakek.