Kenapa Pancasila Dimarjinalkan di Era Reformasi?
Tinjauan Kritis atas Tap MPR no XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR no II/MPR/1978 tentang P4 dan Penetapan tentang penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara.
RUU HIP yang menuai pro kontra dan kontroversial bagaikan membuka kotak Pandora tentang Pancasila. Berbagai tanggapan yang disampaikan bagaikan halilintar di langit demikian isunya bersileweran di media sosial, media elektronik dan media cetak kita.
Ada tokoh yang berlagak sok Pancasilais menuduh bahwa RUU HIP ini akan menggantikan Pancasila. Ada organisasi yang menyatakan menolak dengan argumentasi bahwa ini membangkitkan PKI dan Marxisme. Tiba-tiba ada partai yang sok gagah berani menyatakan membela Pancasila, padahal mimpi partainya ingin mengganti Pancasila dengan khilafah dan Islam. Asyik menontonnya.
Tiba-tiba Pancasila menjadi populer dan dibicarakan secara beramai-ramai. Ada yang mengancam akan memakzulkan Jokowi apabila pembahasan RUU HIP dilanjutkan. Entah apa relasinya. Wong ini inisiatif dari DPR, yang mau dimakzulkan Jokowi. Nggak tahu apa hubungannya. Tapi pikiran kotor untuk memakzulkan Jokowi dengan menghubung-hubungkan yang tidak berhubungan dan mengait-ngaitkan yang tidak berkaitan. Konyol.
Tulisan ini ingin membahas tentang bagaimana Pancasila ditempatkan dan di mana tempatnya. Apakah Pancasila menjadi dasar negara yang berada di awang-awang dunia maya dan tidak nyata? Atau berada dalam dunia nyata dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat? Apakah Pancasila hanya sebagai konseptual strategis atau ada dalam praksis empiris, hidup dalam dunia nyata kehidupan bangsa ini?
Maka tinjauan atas Tap MPR nomor XVIII/MPR/1998 ini patut kita simak untuk menjawab pertanyaan di atas. Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998 ini masih dipimpin oleh H. Harmoko sebagai Ketua MPR dengan wakil ketua Hari Sabarno, dr Abdul Gafur, H.Ismail Hasan Metareum, SH, Hj.Fatimah Achmad, SH dan Poedjono Pranyaoto. Artinya ini masih peninggalan rezim Orde Baru.
Lalu kenapa MPR yang masih dipimpin mantan menteri dan antek Soeharto ini harus segera mengeluarkan Tap MPR no XVIII/MPR/1998 ini untuk membatalkan Tap MPR no II/MPR/1978 tentang P4? Apakah tuduhan indoktrinasi tentang Pancasila yang dilakukan rezim Orde Baru ingin dihapus segera, sebelum beralih ke Kepemimpinan Reformasi melalui Pemilu 1999?
Pertanyaan kritis kita terhadap Tap MPR no XVIII?MPR/1988 ini yaitu, kenapa pembatalan terhadap P4 tidak diiringi dengan mengganti apa yang seharusnya menggantikannya dalam pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat? Kenapa isinya terlalu singkat dan tidak ada tindak lanjut?
Untuk jelasnya marilah kita lihat isi dari ketetapan MPR tersebut. Isinya hanya tiga pasal sebagai berikut.
Pasal 1 : Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pasal 2 : Dengan ditetapkannya Ketetapan ini, maka Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 3 : Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Nopember 1998.
Nah, apa isi dan pesan ketetapan yang baru ini tentang Pancasila? Hanya yang ada di pasal 1, yaitu menyangkut dasar negara yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Bagaimana melakukannya? Tidak ada kejelasan. Tidak ada tindak lanjut.