Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Menjadi Antek Asing Sejak 1967?

8 Juni 2020   17:24 Diperbarui: 8 Juni 2020   17:23 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

b. Keringanan

1) Atas pengenaan pajak perseroan dengan satu tarif yang proporsionil setinggi-tingginya lima puluh perseratus jangka waktu tertentu tidak melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebasan, 2) Dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan yang dimaksud huruf a, dengan keuntungan yang harus dikenakan pajak setelah jangka watu tersebut diatas, 3) Dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap.

Pembebasan pajak  diberikan selama 5 (lima) tahun dan keringanan diberikan sebesar lima puluh perseratus atau setengah selama lima tahun sesudah masa pembebasan. Jadi para penanam modal asing tersebut menikmati fasilitas pajak atau tax holiday selama sepuluh tahun. Sampai bea meteraipun kita yang menanggungnya lho.

Semenjak itulah perusahaan asing datang bergelombang ke Indonesia menikmati fasilitas tersebut. Yang pertama menikmati itu adalah Amerika. Perusahaan tambang seperti Freeport mulai melakukan aksi pertambangannya pada tahun 1967 dengan perjanjian Kontrak Karya dengan pemerintah Indonesia. Tragedi kontrak karya, sebuah ironi juga. Itu urusan artikel lain lagi.

Emas dan tembaga dikuras dari bumi Cenderawasih. Hasil pembagian untuk Indonesia hanya secuil. Hasil tambang tersebut diangkut ke Amerika seakan kita tidak berkuasa atas areal tambang tersebut. Dari sana langsung dikapalkan. Berapa jumlah yang dikapalkan? Dari pelabuhannya sendiri lho.

Kita mungkin dapat pajak recehan dan hasil sedikit. Sebagian besarnya untuk Freeport. Perusahaan modal asing yang lain berdatangan. Tawaran buruh murah dan stabilitas keamanan yang terjamin mendatangkan gelombang penanaman modal asing tersebut.

Pinjaman luar negeri juga mulai digalakkan. Bantuan luar negeri juga. Dengan pendekatan keamanan, maka pengusaha dan pemodal asing mengeksploitasi bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalam perut ibu pertiwi dikuras. Yang seharusnya hal itu dimanfaatkan sebesar-besarnya kepada rakyat, dikuras dan dibawa ke luar negeri.

Apakah ini tidak mengingkari amanat konstitusi kita yang diatur dalam pasal 33 UUD 1945? Ya, tapi siapa yang berani melawan ketika UU tersebut dibuat dan fasilitas itu diberkian kepada pihak asing? Siapa berani, ada resikonya. Banyak yang masuk penjara dan bahkan hilang nyawa dan mayat tak ketemu. Itu sebuah akibat.

Para pembaca budiman, dan para penuduh pemerintah sekarang antek asing, tulisan ini hanya mengingatkan kita bahwa kita menjadi antek asing itu sudah terjadi sejak tahun 1967 ketika diundangkannya Undang-undang nomor 1 tahun 1967 pada tanggal 10 Januari 1967.

Anda mau memprotes, silahkan alamatkan kepada pengambil keputusan dan yang menetapkan UU no 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing tersebut. Akibatnya dahsyat lo. Hasil kurasannya, fantastik.

Kerugian pajak selama sepuluh tahun tax holiday? Tak terhitung.  Mangkanya, sampai saat ini banyak perusahaan asing yang ngemplang pajak dan bahkan tidak mempunyai NPWP, itu belajar daripada masa Orde Baru yang memberikan sorga bagi penanaman modal asing. Dan kitalah antek-anteknya. Selamat menjadi antek asing selama 53 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun