Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Larangan Beli Android, Manusiawikah?

15 Januari 2015   07:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak laki-laki berumur 9 tahun kelas 3 (Tiga) Sekolah Dasar  sedang asyik duduk bersila disofa tamu rumahnya. Kedatangan saya kerumahnya tidak membuatnya bergeming. Tidak ada senyum dan jawaban salam yang saya ucap barusan. Dia asyik bermain games di smartphone ditangannya tersebut.

Maksud kedatangan saya kerumahnya adalah ingin mengetahui kakaknya yang sudah seminggu tidak sekolah.  Diketahui ternyata kakaknya merajuk karena belum dibelikan Android baru pengganti miliknya yang  hilang. Sepele memang.

Di sela cerita, ibunya juga bercerita bahwa kebahagiaan keluarganya terenggut semenjak Android tersebut mulai booming beberapa tahun belakangan. Awalnya gara-gara ikut tetangga, akhirny semua keluarganya ikut-ikutan pakai android termasuk anak-anak juga dibelikan.

Semenjak itu si bungsu hampir seharian menghabiskan waktunya dengan android tersebut. Mulai dari pulang sekolah hingga tiba waktunya tidur Smarphone tersebut tak lepas dari genggamannya. Berhenti hanya saat mau makan dan mandi saja. Kalau dilarang akan menangis, merajuk atau mengamuk.

Padahal sebelumnya tidak begitu, anaknya supel dan suka bermain dengan teman-teman sekomplek. Bersepeda atau bermain sepakbola di tanah lapang belakang komplek.Sekarang jadi jarang bergaul, malas belajar dan enggan membantu pekerjaan rumah jika dimintai tolong.

Begitu juga kakaknya yang duduk di bangku kelas X (sepuluh) SMK. Dulunya rajin membantu di dapur, mencuci piring dan menyapu rumah. Ketika punya android, pulang sekolah langsung mengkunci pintu kamar. Susah sekali jika dimintai tolong.

Ketika Androidnya hilang, orangtuanya sedikit bersyukur dan berharap si kakak berubah. Tapi, malah makin parah, jika tak dibelikan lagi mengancam tak mau sekolah. Bapaknya marah besar, ya sudah biarkan saja! Kata si bapak cerita ibu tersebut. . Dan ternyata benar dia tak sekolah. Sudah diganti dengan Hanphone biasa, dianya menolak. Bapaknya jadi serba salah. Dibelikan lagi, prilakunya bisa makin parah. Tak dibelikan, akibatnya begitu tak mau sekolah.

Saya hanya manggut-manggut. Sepertinya orangtua anak-anak ini adalah tipe orangtua yang tak tegaan dengan anak-anaknya. Sehingga anak-anaknya leluasa menurut kehendaknya saja.

Cerita tentang dampak buruk Android si telepon pintar ini bukan saja dikeluarga ini saja. Banyak keluarga yang mengeluhkan dampak kepemilikan Android ini pada anak-anaknya.

Bahkan, orang dewasa yang katanya pandai menimbang baik buruk suatu hal, banyak yang larut dengan kecanggihan aplikasi pada android ini. Ada ibu-ibu yang menelantarkan suami dan anak-anaknya sampai lupa masak karena keasyikan dengan androidnya. Ada bapak-bapak yang tak langsung pulang setelah habis jam kantor tapi main games dulu di gadgetnya sehingga tak ada lagi waktu untuk bermain bersama anak-anaknya.

Maka seharusnya ada larangan beli android terutama bagi anak-anak. Karena kecanduan main android ini bisa merusak kehidupan si anak. Tapi, manusiawikah? Sebab zaman sudah semakin canggih, bisa -bisa kita ketinggalan oleh bangsa lain kalo menutup diri seperti itu. Hmm..rumit juga ya? menurut anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun