Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lukisan Ayah

7 Oktober 2023   14:01 Diperbarui: 7 November 2023   20:47 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber. meme yang dibuat dengan teknologi gambar optik dengan teknologi AI- Nusantarapedia

Aku kangen ayah. Aku lalu naik ke lantai atas ke kamar tempat biasa ayah menghabiskan waktu dengan hobinya melukis atau menulis. Kubuka pintu kamar. Gelap dan aroma ruangan seperti lama tak dihuni. Kubuka pintu kamar pemandangan gunung dan danau yang disukai ayah masih seperti dulu. hanya saja sekarang sudah banyak bangunan di sekitarnya. Danau tersebut sedikit berkurang keindahannya karena tertutup sebagian oleh rumah-rumah tersebut. kujelajahi sekitar kamar ayah menghirupnya dengan rindu. merasakan kehadirannya. Dibalik lemari buku ayah kumelihat sesuatu. Kuberanjak kesana untuk melihatnya. 

Kutemukan sebuah kanvas yang dibungkus kertas koran. Kubuka, kulihat ada lukisan. Sepertinya lukisan itu belum jadi. Masih setengah yang diwarnai, sebagian lagi masih berupa sketsa. Kubersihkan debu yang menempel. Di balik lukisan ada tulisan " E N X -  ONWH - NGNF." Aku terpaku. "Hmm apakah tulisan ini ada makna" atau jangan-jangan ini hanya huruf asal tulis saja. Saya ingat ayah hobi bermain detektif-detektifan. Saya dan ayah sering bermain ini. Hmm...jangan-jangan ini bahasa sandi. 

Aku coba pecahkan dulu dengan sandi huruf. Hasilnya "RAK BAJU ATAS." Ternyata benar. Ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan. Tapi,sepertinya belum tertunaikan hingga ayah wafat. Aku segera ke kamar ayah dan ibu. Aku liat ibu masih tertidur pulas. Ibu memang biasa tidur menjelang siang. Kalo dah jam 11-an ibu sudah biasa tidur siang. Kuperiksa rak baju mereka dibagian atas. Tak ada kutemukan apa-apa. Hanya baju ayah yang terlipat rapi. Ingin kutanya ibu, tapi kasihan ibu sangat nyenyak tidurnya. Kuraba-raba dinding raknya. Ada satu dinding agak berbeda dengan dinding lainnya. Sedikit bergerak. Aku coba geser pelan-pelan. Ternyata benar bisa bergeser. Di dalamnya kutemukan sepucuk surat. 

Aku buka surat tersebut. Didalamnya ada kertas terlipat. Aku buka dan ada tulisan angka-angka. Pasti sandi lagi ini! "Ayah...ayah...ada-ada saja dirimu" bisik hatiku. Angkanya bertuliskan " 4 15 13 9 14 1 14 - 23 1 18 14 1 - 8 9 10 1 21". Untung ayah sudah mengajarkan semua sandi -sandi padaku. Jadi cepat saja kupecahkan pesan dari sandi tersebut. " DOMINAN WARNA HIJAU" Sepertinya untuk menebak maksud pesan ayah ini tidak mudah. Aku berpikir sejenak. apakah ayah menyuruhku menyelesaikan lukisan ayah tersebut? Apakah aku bisa. Memang hobi ayah sepertinya menurun kepadaku. Tapi tidak seperti ayah yang menekuninya pengisi waktunya setelah pulang bekerja. Bahkan hingga larut malam. Maka tak heran ayah sering ikut pameran kemana-mana. Buku novel dan tulisannya pun sudah banyak terbit oleh berbagai penerbitan. 

Sedang aku hanya sekadar hobi. sering tidak punya waktu.  Karena penasaran yang kuyakini ada yang ingin ayah sampaikan dengan lukisannya. Aku lanjutkan lukisan ayah tersebut. Aku bergegas ke toko buku yang disana juga menjual berbagai alat lukis dan cat. Setelah yang kubeli terasa cukup aku segera pulang dan membeli beberapa coklat untuk temani aku melukis. Kubawa lukisan ayah yang belum siap tadi ke kamar ayah sering melukis. Aku pakai topi yang biasa ayah kenakan jika melukis. Kuhirup nafas pelan-pelan. Bak pelukis ulung kuambil warna hijau dan kusapukan sesuai sketsa yang ayah bikin. 

Hampir seharian aku melukis. Menghabiskan beberapa gelas kopi dan berbatang-batang coklat. Coklat diketahui bisa membangkitkan mood,  itu juga mungkin kenapa aku tahan melukis berjam-jam gini. Sesuatu yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Lukisannya hampir selesai. Lukisan pemandangan alam yang sangat indah. Pegunungan dengan hamparan sawah yang luas dengan pohon kelapa berjejer. Lukisan tempat peristirahatan bernuansa jepang. Wah pemandangan yang luar biasa. Apakah sampai disini saja? Aku tidak yakin. pasti ada kelanjutan pesan dari ayah. Tapi buntu. Tak ada lagi sandi untuk dipecahkan. 

Aku tak menyerah. Aku coba ukur panjang lebar kanvasnya siapa tahu ada makna dibalik pilihan ukuran kanvas. nihil. Kuhitung jumlah warna yang aku gunakan, juga tidak ada petunjuk dengan itu. Sampai akhirnya ibu datang membuka pintu kamar. "Tidak makan kamu nak? Seharian kamu melukis sampai lupa makan." Kata ibu membuyarkan konsentrasiku. 

"Bu, ayah ada pesan sesuatu dengan lukisan ayah yang belum siap yang ayah taruh dibalik lemari bukunya. Ini udah siap...bagus kan bu?"

Ibu mendekat matanya berkunang-kunang. "Kamu persis ayahmu" sambil memeluk dan mengusap kepalaku dengan sayang. 

"Lukisan itu belum siap, ayah sedang sakit mengerjakannya. Sampai akhirnya ayah wafat. Akhirnya lukisan itu ibu gulung, ibu bungkus dengan kertas koran dan ibu simpan dibalik lemari ayah.  Cuma ibu ingat ayah pernah berkata kepada ibu nanti kalau lukisan ini udah siap, lihatlah dari jauh. Ada kenangan kita disana. Kenangan itu jauh, tapi bisa kita selalu ingat, bila dekat lukisan ini sangat indah, seindah rumah masa depan kita kala tua nanti. tempat tinggal kita kala pensiun. 

Rumah itu ada di kampung asal ayah, ayah sangat ingin pensiun menghabiskan waktunya di tanah kelahirannya.  tapi karena ayah wafat duluan, tidak jadi kami pensiun disana. karena ibu sangat sibuk, tempat itu kini dikelola oleh keluarga ayah dan dijadikan tempat wisata. semacam home stay gitu. Ibu pengen mengajak kamu kesana. Tapi, ibu segan nanti keluarga ayah menganggap ibu mau mengambil nya. ibu urungkan niat tersebut. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun