Entah kenapa Ujian Nasional (UN) 2015 ini masih saja menakutkan bagi siswa, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, pemda dan instansi terkait lainnya. Padahal sudah diputuskan dengan Permendikbud No. 5 Tahun 2015 tentang kriteria kelulusan peserta didik pada SMP/MTs atau yang sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang sederajat bahwa Hasil UN tidak lagi menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikannya.
Pada Pasal 2 disebutkan bahwa Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah: (a). menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (b). memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik; dan
(c). lulus Ujian S/M/PK. Jelas sudah, bahwa hasil UN tidak lagi disertakan sebagai syarat kelulusan. Nah, mengapa masih takut? Mengapa masih terdengar ada "intruksi main curang" dari pihak terkait yang berkepentingan agar hasil UN siswa semuanya harus bagus dengan kriteria menimal cukup, sehingga tidak perlu melakukan UN perbaikan ditahun 2016.
Sudahlah, tidak perlulah hal-hal busuk itu lagi dilakukan. Biarkan UN berjalan apa adanya tanpa ada lagi campur tangan "pihak ketiga" untuk membantu siswa agar nilai UN nya tidak mendapakan kriteria kurang. Biarkan siswa menjawab soal berdasarkan kemampuannya sendiri. Jika hasilnya nanti tidak seperti yang diharapkan harus diterima apa adanya. Bahwa baru sebatas itu mutu satuan pendidikan kita.
Mari kita dukung wacana pemerintah bahwa hasil UN 2015 sebagaimana disebutkan pada pasal Pasal 21 digunakan untuk: (a). pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;(b).pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan (c). pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Jika yang ditakutkan siswa nanti tidak bisa masuk perguruan tinggi pilihannya karena terganjal nilai UN sebab pada poin (b) pasal 21 tersebut disebutkan bahwa nilai UN digunakan sebagai pertimbangan seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, juga bukanlah alasan yang tepat untuk tetap melakukan kecurangan. Generasi penerus jangan lagi diajarkan dengan kecurangan untuk meraih sesuatu, mereka harus diajarkan berani menanggung resiko kegagalan dari kesalahannya.
Kemudian kalau alasannya adalah malu citra sekolah/daerah menjadi buruk karena hasil UN -nya jeblok, lalu sampai kapan kita tertawa dalam kepalsuan! Sampai kapan kita berbangga-bangga dalam kebohongan. Marilah mulai tahun ini kita belajar jujur. Jika mutu pendidikan kita dinilai rendah karena hasil UN hancur ya harus kita akui dan terima. Toh, pemerintah nantinya akan menggelontorkan bantuan seperti dijelaskan pada pasal (c) bahwa nilai UN itu akan menjadi pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk generasi lebih baik di masa depan, Stop kecurangan. Lebih baik kita ber- tungkus lumus membina siswa selama masa pendidikannya agar mereka mendapatkan hasil maksimal pada saat ujian, daripada menanggung dosa main curang demi siswa yang malas!
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H