Hari itu 5 Oktober 2014. Seorang Menteri yang sudah tua rela berpenat-penat datang dari Jakarta ke sebuah desa yang jauh di pedalaman Sumba Timur, NTT. Desa itu bernama Kemanggih, desa yang sepi dari apa saja termasuk belaian tangan pembangunan. Ibu Tri Mumpuni seorang aktivis pemberdayaan penduduk desa terpencil berhasil mengupayakan dana CSR Pertamina dialirkan ke desa ini. Akhirnya diputuskanlah proyek listrik tenaga angin untuk desa ini, sebab sudah berpuluh tahun merdeka desa ini belum tersentuh jaringan listrik PLN. Singkat kata, pengemban proyek itu adalah Ricky Elson lelaki muda (34 tahun) asal Minangkabau yang dipaksa pulang oleh Menteri tersebut untuk mengembangkan hak patennya tentang motor listrik di Indonesia. Ricky Elson berhasil. Setahun lebih sudah "penari langit" karya Ricky menerangkan Kemanggi dari gelap yang berkepanjangan. "Tidak pernah rusak sekalipun" Kesaksian Umbu Janji, seorang pendeta yang juga tokoh penggerak desa itu yang kini anggota DPRD Sumba Timur kepada sang menteri. [caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Penerangan, cas Hape, dll hasil dari TLTA Sumba menemankan istirahat Dahlan Iskan, dkk/ dok. FB ricky Elson"][/caption] Menteri itu sangat kagum. Pembangkit Listrik itu dinamakannya TLTA (Taman Listrik Tenaga Angin) karena lokasinya bak taman yang berada di atas bukit tertinggi di desa itu. Pemandangan hijau terhampar luas dari atas bukit itu. Angin yang mendesau ditingkahi baling-baling pinus bak penari langit mebuat mata tak bosan memandangnya. Apalagi di malam hari kala purnama, pasti kita akan betah disana. [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Penari langit Sumba/ Dok. FB Ricky Elson"][/caption] Karya Ricky ini berhasil mematahkan stigma bahwa teknolgi listrik tenaga angin itu mahal dan tidak cocok di Indonesia yang merupakan negara Khatulistiwa yang anginnya tidak kencang. Buktinya Perangkat listrik tenaga angin karya ricky bisa terwujud dengan biaya murah dan berhasil menerangi desa-desa terpencil di Sumba, NTT. Karya Ricky ini Pertama, generatornya ciptaannya ini menggunakan magnet 200 gram dan ini pertama di dunia, g enerator sejenis, seperti yang diimpor umumnya magnetnya sampai 1,6 kg. Kedua, Baling-balingnya berasal dari pohon pinus hasil desain Ricky dan berhasil diwujudkan oleh pengerajin Lumajang Jawa Timur, pengerajin Binna Ricky. Ketiga baterainya made in Bogor. Komplit semua hasil karya dalam negeri. Dan hasilnya sudah setahun lebih TLTA ini berhasil meerangi Kemanggi tanpa pernah rusak sekalipun. Bandingkan dengan perangkat listrik tenaga angin impor yang mahal dan pernah diuji coba di Indonesia. Perangkat impor itu sudahlah mahal, sampai di Indonesia malah tidak bisa bekerja, ada yang baling-balingnya tidak bisa berputar, cepat rusak dan akhirnya tiang-tiangnya sudah pada roboh, kata menteri tersebut. Penyebabnya karena angin indonesia lemah gemulai tidak seperti di Eropa. Tantangan itu lah yang coba djawab oleh Ricky yang memiliki 14 hak paten selama bekerja 14 tahun di Jepang. Bagaimana menciptakan Pembangkit listrik tenaga angin yang murah dan cocok di Indonesia. Akhirnya berkat kerja kerasnya meneliti angin Indonesia di ciheras sebuah desa terpencil di tasikmalaya terciptalah karya tersebut. Di desa yang jauh dari peradaban itu Ricky tinggal dan berhasil mendesain baling-baling yang murah, tahan lama dan cocok untuk angin Indonesia . Dia juga berhasil mengembangkan generator murah dan satu-satunya di dunia dan terbaik dikelasnya. Baterai Nipres made in bogor pun cocok untuk perangkat tersebut. Sekarang, Ricky juga sedang melakukan proyek yang sama dengan jumlah baling-baling yang lebih banyak di dua desa lainnya di Sumba, yaitu Tana Tara dan Palindi. Desa-desa yang juga tak tersentuh aliran listrik PLN. [caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="48 unit penari langit di desa ke-2 Tana Tara / dok. FB Ricky Elson"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Desa Palindi, Sumba yg segera rampung proyek TLTA -nya dok. FB Ricky Elson"][/caption] Karya di Kemanggi itu sepertinya adalah kado perpisahan terindah yang diberikan Ricky untuk Menteri yang akan segera menyelesaikan tugasnya sebagai menteri BUMN itu. Mengapa kado perpisahan? Sebab selama ini menteri yang dipanggilnya abah itulah yang turut mendanai penelitian Ricky. Gajinya sebagai menteri diberikan semua untuk proyek penelitian Ricky. Menteri itu pula yang menjemputnya ke Jepang dan memaksanya pulang untuk proyek mobil listrik Nasional. Proyek mobil yang sudah menghasilkan karya mobil listrik hebat namun belum juga dilirik pemerintah untuk mengembangkannya. Entah karena apa? Apakah sama karena tekanan asing yang tak ingin Indonesia mandiri, sepertinya halnya dulu kala habiebie berhasil melahirkan pesawat CN250 hasil karya anak negeri yang akhirnya mati suri itu. Ricky Elson, putra Indonesia sejati. Rela pulang ke Indonesia dengan segala kemewahan yang dinikmatinya di Jepang. Rela berpisah dengan istri. Rela hidup dengan segala keterbatasan di pelosok-pelosok desa, rela bergerilya kesana kemari ke setiap kampus yang mengundangnya untuk menyebarkan virus kebangkitan teknologi indonesia. Rela membagi ilmunya untuk anak-anak muda yang mau belajar bersamanya di ciheras. Rela menyumbangkan rezki yang didapatnya untuk memotivasi anak muda Indonesia. Kerelaan yang sudah banyak melahirkan karya yang berguna bagi negeri ini. [caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Gerilya Ricky Elson di ribuan mahasiswa ITB /dok. ricky elson"][/caption] Di perpisahan dengan Dahlan Iskan, nama menteri itu. Terekam suatu adegan yang mengharu biru. Dalam manufactoringhopenya ke 148 Dahlan menulis: "Meski badan seperti remuk, saya bahagia menyaksikan karya Ricky. Namun, saya harus memberitahukan bahwa masa jabatan saya sebagai menteri akan segera berakhir. Artinya, gaji menteri yang sepenuhnya saya berikan ke dia juga akan berakhir tulis Dahlan. Dan di malam itu dibawah desir angin Sumba yang lemah Dahlan mengulangnya lagi. “Saya tidak bisa lagi menahan kalau Anda ingin kembali ke Jepang,” kata Dahlan kepada Ricky. “Toh, bos Anda yang di Jepang masih terus menunggu.” Ricky terdiam sejenak. Kepalanya menunduk. Wajahnya menatap ke bumi. Sesaat kemudian baru dia berucap. “Saya akan tetap di Indonesia. Seadanya,” jawab Ricky. “Saya akan meneruskan semua ini semampu saya,” tambah dia. Dahlan terharu. Anak-anak muda seperti inilah yang selalu menginspirasinya untuk terus semangat dihari tuanya untuk membaktikan dirinya kepada negeri ini. Walau nanti tidak lagi menjadi Menteri. Semoga keikhlasan Ricky memperjuangan kemandirian teknologi untuk Indonesia ini dilapangkan oleh Allah SWT. Keikhlasannya untuk berbagi ke seluruh pelosok negeri tanpa membedakan suku, agama, ras dan pandangan politik patut kita teladani. Wahai, kalian-kalian yang terus bersiteru karena perbedaan. Saya ingin katakan harusnya anda malu. Apakah yang sudah kalian berikan untuk negera ini? Sehingga dengan pongahnya mencaci maki karena beda pandangan politik. Seharusnya pahit katakan pahit. Termasuk kepada Presiden baru! Mari bersatu membangun negeri ini agar benar-benar mandiri. Sebab kemandirian itulah yang dikatakan kemerdekaan yang sejati. Salam. [caption id="" align="aligncenter" width="466" caption="Keseharian Ricky Elson di ciheras/ dok. pribadi"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H