Mohon tunggu...
Alby Syafie
Alby Syafie Mohon Tunggu... lainnya -

Terus ingin belajar menulis untuk berbagi senyuman

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Setelah Kurang Lebih 21 Tahun

27 Januari 2014   22:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:24 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mimpi, setiap orang pasti memilikinya. Tanpa mimpi manusia tidak akan bertahan hidup. Karena dengan mimpi itulah manusia terus bertahan dan berusaha untuk mencapai sesuatu dalam hidup. Begitu pun dengan saya. Dengan mimpi itulah saya terus berjuang untuk bisa mencapainya. Mimpi saya hanya ingin jadi penulis. Meskipun sejak kecil mimpi itu sangat banyak, namun seiringnya waktu, mimpi menjadi seorang penulis begitu kuatnya memenuhi ruang pikiran saya. Sehingga saya mulai menulis dari hal-hal yang kecil yang kemudian mengirimkannya ke berbagai media. Hingga suatu saat, saya membaca sebuah status seorang teman di sebuah jejaring sosial yang mengatakan, seorang artis penyanyi tidak akan sempurna jika dia tidak mempunyai album lagunya sendiri. Demikian juga seorang penulis. Dia tidak akan sempurna jika belum menerbitkan sebuah buku karyanya sendiri. Seketika saya berpikir keras, benarkah pendapat itu? Karena pikiran itulah saya pun bertanya pada beberapa orang yang saya anggap senior. Dan jawabannya sungguh membuat saya harus mengangguk-anggukkan kepala. Jawabannya adalah, kirimlah tulisan ke media massa sebelum mengirimkannya pada penerbit. Karena kualitas tulisan yang bagus juga didukung dari nama penulis itu sendiri sudah dikenal masyarakat pembaca belum? Sontak saya mulai menyemangati diri sendiri untuk terus menulis kemudian mengirimkannya ke media massa. Selama kurang lebih 21 tahun, saya terus mengasah kemampuan menulis yang saya dapat secara otodidak. Hingga tahun 2013, akhirnya saya bisa merasakan sukanya sebagai penulis. Buku pertama saya pun terbit. Senang, itu sudah pasti. Meskipun sebelumnya saya sudah memiliki beberapa buku yang sudah terbit, namun semua itu hanyalah buku-buku antologi dari sebuah audisi kepenulisan yang saya ikuti. (Bukan berarti semua buku itu tidak berarti bagi saya). Buku pertama dengan genre Novel Anak yang berjudul “Halaman Hilang” telah membuat saya semakin menggila untuk terus berkarya dalam tulisan.

13908366961338568894
13908366961338568894
Di penghujung Desember 2013, menyusul terbitnya buku ke dua yang sungguh membawa pengaruh besar dalam hidup saya. Buku berjudul “Aku Pernah Durhaka” telah banyak menghipnotis banyak orang. Dari pembaca buku “Aku pernah Durhaka” saya mendapatkan banyak kiriman pesan singkat yang membuat saya terus menerus mengucapkan puji syukur. Berikut sebagian cuplikan komentar yang saya terima dari para pembaca buku “Aku Pernah Durhaka” ; Miftahul Jannah : -=Part I of "Aku Pernah Durhaka"=- A Book by Sinyo Egie & Alby Syafie Ba'da Maghrib dekat ke Isya kubaca halaman demi halaman buku "Aku Pernah Durhaka." I found myself crying while reading part I of the book. Nangisnya kebawa sampai sholat Isya. . . Sebab mengingatkanku pada Abah dan Mama juga. Membacanya, banyak pernyataan yang berseliweran di benak ini. Tentang diriku sendiri, tentang hamba-hamba ALLAH yang lain di luar sana, juga tentang beberapa orang yang pernah kudengarkan kisahnya. Ada beragam pilihan yang ditempuh manusia dalam menyikapi takdir ALLAH untuknya, khususnya takdir yang dianggap "tidak menguntungkan." Ada yang menyalahkan dan menjerumuskan diri dalam kegelapan. Ada yang pasrah saja (bila tak ingin disebut putus asa). Ada pula yang mencoba menjadikannya sebagai cambuk untuk menjadi pribadi yang manfaat dan lebih baik. Ya, kita memang tidak bisa memilih dilahirkan dari rahim siapa dan latar belakang keluarga bagaimana. Tetapi insyaALLAH. . . kita bisa memilih ingin menjadi manusia yang manfaat atau manusia yang "hanya" merutuki takdir yang kita anggap "tidak menguntungkan" itu. Mbak Alby , barokallaah. . . indah nian cara Mbak menyikapi takdir. Meskipun tetap melalui tahap-tahap coping yang sangat manusiawi karena perasaan "tertolak" itu, tetapi Mbak Alby mampu mengambil i'tibar dari takdir ALLAH dengan cara yang istimewa. Ah ya, kisah Mbak Alby juga mengingatkanku pada pembuka salah satu buku Psikologi Perkembangan, tentang penulis yang memiliki pengalaman hidup di masa kecil yang juga pahit. Dia memilih untuk dealing with her problems by writing, dan dia berhasil menjadi penulis best seller. Semoga Mbak Alby pun begitu, menjadi penulis yang tangguh, produktif dengan karya yang best seller. Allahumma Aamiin. Ah ya (lagi), aku membaca kisah Mbak Alby dengan sudut pandang "anak". Setelah sadar, ternyata aku juga sudah jadi orang tua ya, hehehe. . . InsyaALLAH akan kuingat terus bagian ini, "semua tindakan anak juga merupakan gambaran dari sikap dan cara mendidik mereka", agar aku selalu berhati-hati dalam bertindak dan berkata-kata kepadanya. Zulaikha Hamzah : tralala...akhirnya, habis juga buku ini kulahap, overall bagus, edukatif dan romantis hehehe terutama tentang ta'aruf dan kelanjutannya. Di bab awal pas baca tentang kisahnya mbak Alby, agak bertanya-tanya kenapa ya mbak Alby seperti dianaktirikan kalo memang alasannya karena kelahirannya tak diharapkan karena alasan ekonomi, lalu kenapa bukan adiknya yang diperlakukan demikian? Trus...wahh ini nih...repot juga kalo punya anak yang punya "sakit aneh" macam mas Sinyo. Masak kalo minta apa-apa langsung sakit, trus kalo udah dituruti permintaannya, sakitnya langsung sembuh!! Whatss?? Sakit apa modus, Mas? Hehehe Liza Efriana : Buku Aku Pernah Durhaka, menggambarkan tingkah laku orangtua dalam mendidik anak. Seperti yang dikisahkan oleh penulis sendiri. Banyak orangtua yang tak memahami dan minim pengetahuan cara mendidik anak, melalui buku ini beragam cara ideal dalam mendidik agama, jiwa, intelektual yang dilengkapi dengan dalil Alquran dan Hadist, sehingga akan menghasilkan generasi ideal beraklak mulia, sesuai tuntunan Rasullulah SAW. Amin Izzah Anisa : Berangkat dari kisah nyata, dua penulis, Sinyo Egie dan Alby Syafie menulis buku Aku Pernah Durhaka. Selain berisi Kisah yang mengharukan sekaligus dapat dijadikan pembelajaran, buku ini juga memberi panduan bagaimana mempersiapkan generasi Islami ke depan, juga cara menjadi orangtua dan anak ideal sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Akhir kata, saya sampaikan terimakasih buat semua pembaca buku saya. Semoga buku “Aku Pernah Durhaka” membawa manfaat dalam kehidupan kita (terutama saya pribadi tentunya) dan untuk generasi anak-anak muda selanjutnya. Amiin. Terimakasih juga saya sampaikan pada partner duet saya dalam buku ini, Mas Sinyo Egie. Tanpa bimbingannya, saya belum tentu bisa menuliskannya. Sekali lagi saya sampaikan jazakillah khairon katsir. Semoga kita senantiasa dalam kebaikan. Amiin Ya Rabb.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun