Bagian 2
Sepertinya penerangan saya sudah cukup bisa di mengerti untuk menempuh perjalanan yang mungkin itu sangat dan akan menegangkan dimana bukan hanya perjalanan wisata yang biasa orang di sini yang doyan jalan2 untuk mencari pengalaman dan menghabiskan uang yang sekian lama ditabung demi matahari dan kepuasan dalam hidup serta untuk mencoba membuka mata untuk belahan dunia.
Sehari sebelum keberangkatan dia menghubungiku kembali sekedar kepenasaran untuk menanyakan pasnya saya ada di Indonesia. Saya ceritakan kembali bahwa, kalau kamu mau pertolongan saya secara langsung dan bantuan untuk bahasa sebagai penterjemah langsung dimana akan memudahkan percakapan antara dua bahasa bisa bertemu di suatu tempat yang sangat mudah di temukan, tapi kalau kamu datang duluan silahkan datang ketempat wisata Pangandaran, di situ akan menemukan kemudahan dari segi bahasa karena banyak orang yang bisa bicara inggris dan kemudahan untuk mendapatkan berbagai jenis hotel tergantung selera dari hotel yang murah hingga yang mahal serta bisa sekalian berwisata beristirahat dan jangan lupa silahkan kontak teman saya yang berprofesi sebagai pemandu wisata lokal dan dia punya wawasan daerah yang bisa cukup dihandalkan serta dia akan saya kontak duluan supaya bisa menolong kamu mencari ibu dan bapak kamu. Dia akan tahu terlebih dulu siapa yang datang dengan membaya nama saya.
Dengan seriusnya Andreas mendengarkan pepatah saya di telp itu dan beberapa kali dia mengucapkan terima kasih namun sayang rencana perjalanan itu sudah di susun terlebih dahulu tiket sudah dipesan serta program untuk wisata ke Thailand sudah diputuskan terlebih dahulu dengan pacarnya. OK, kalau begitu kita sampai ketemu di Pangandaran dan ini nomor tlp saya di sana dan bisa kontak saya melaui sebuah hotel yang cukup mudah dicari.
Sebelum saya hijrah kesebrang lautan nun jauh di negri orang sebelah kutub utara yang sudah terkenal dinginnya serta budaya orang di sini yang sangat tertutup, saya pernah tinggal dan bekerja sebagai pemandu wisata, pawang monyet di cagar alam yang kadang ketakutan, penunjuk jalan serta penyambung lidah bagi wisatawan asing maupun dalam negri, tapi sekarang Pangandaran menjadi tempat wisataku yang nomor satu di dunia kalau dilihat dari Frekwensi saya berkunjung.
Waktu bergulir mendekati keberangkatanku untuk balik semua barang bawaan telah terkumpul, kontak dengan temanku sudah kulakukan tapi perasaan ku kali ini sangat berbeda, kepulangan kali ini sepertinya membawa dua misi , selain balik sebagai TKI pada umumnya untuk bertemu orang tua serta keluarga juga teringat temanku bagaiman perjuangan mereka dengan pencarian alamat?
Pertemuan dengan Andreas
Tidur siang ku tak begitu lama keburu terbangunkan oleh tlp yang berdering di rumah orang tua, dengan mata yang masih terpejam saya angkat tpl dan sangat penasaran sia yang mau bicara, terdengar sua teman lama yang bekerja disebuah hotel dan memberitakan bahwa ada bule hitam yang mau bicara sama saya, "ok" jawabku siapa dia? ternyata dia Andreas sudah ada di Pangandaran. " Tunggu 15 menit saya sudah ada di sana di rumah teman pemandu itu"
Dengan tancap gas sepeda motor honda milik adekku akhirnya nyampe juga. Di depan rumah sudah bediri seorang pria muda berbadan tegap kulit coklat tapi dengan gaya sedikit eropa, di kursi duduk seorang wanita muda putih dengan rambut pirang melambaikan tangan bagai orang yang sudah kenal. Kuletakan hondaku dan menyimpan helm di bangku sebelah kolam ikan, terdengar suara sapaan pertama dari dia, " Apakah kamu Tisna?" dalam bahasa swedia dengan logat Stockholm. Terpancar cahaya kebahagiaan ketika dia mualai berbicara menerangkan perjalanan mulai dari Jakarta untuk menemukan panti asuhan yang pernah merawat dia sewaktu bayi,betapa susahnya perjalanan di kota besar ini yang barangkali 5 kali lebih besar dari Stockholm dan 20 kali lebih sibuk di banding dengan kota dimana dia tinggal dan ahkirnya sampai juga di kota wisata Pangandaran.
Orang tua
Dengan mendengarkan penerangan dari temanku serta dia tidaklah mudah untuk mendapatkan alamat yang ada di kertas itu dengan bantuan seorang anggota polisi yang pernah bertugas di daerah itu mereka berangkat berempat menuju balai desa yang sangat terpencil di dalam kampung untuk mengadakan konsultasi atau bertanya kepada stap desa namun waktu yang sudah sore tak ada seorangpun petugas selajutnya mereka bertanya pada penduduk setempat alamat kampung dan rt serta rw tapi itupun tidak bisa membantu karena pemekaran kampung dan daerah wilayah sudah terjadi beberapa kali. Waktu sudah mulai gelap alamat belum ketemu, mampirlah mereka di sebuah warung untuk minum kopi, rasa kecewa sudah mulai terlihat dari mereka.