Pagi dengan keterlambatan bangun yang belum pulih, untuk sebuah penjernihan kejenuhan hari-hari kerja. Rutinitas yang penuh dengan formal dan tertib, tidak bisa tidak. Persona yang selalu mencari jalan alternatif, atau setidaknya cara sederhana, efektif, yang paling tidak aplikatif untuk titik mulai. Terelaksasi sejauh bayang perjalanan menuju pendakian yang terukur singkat, namun tidak secara realita nyata dari ramainya intensitas pengunjung destinasi tersebut.
Sederhana saja, terus menapak tanjakan dan sejenak rehat mengatur ritme nafas agar tetap seirama dengan Langkah demi Langkah untuk benar-benar sampai puncak bukit sebagai capainya. Dan tak sesederhna demikian nyatanya, sejauh tangkap indera benar-benar terisi ulang oleh semesta. Semesta yang lepas dan luang, yang sunyi nya lebih layak sebagai syahdu dan lapangnya lebih tepat sebagai akrab. Hingga teriak sekalipun habis dimakan sunyi, apalagi penat dan jenuh yang hinggap tak tentu secara perlahan menguap Bersama kelapangan semesta sekitar.
Sebut saja Cha, potongan penggal namanya benar-benar membuat pesona semesta kala itu terpukau menyorotnya. Tidak berlebihan jika ketakjuban atas sebuah momen tak terduga dimana semesta tak meleset sedikitpun membuat seorang pemuda penapak senja akrabnya, tersontak tak sadar diri karena tumpah atas limpah kejutan semesta. Kejutan pertemuan tak terduga di puncak pinisan, pertemuan yang benar-benar semesta seakan telah matang terencana untuk berpanitia dan bersemarak menyelenggarakan momen tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H