[caption id="attachment_366739" align="aligncenter" width="624" caption="Petugas pada Kantor Pos Brebes di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah sedang melayani masyarakat yang akan mengambil kiriman uang dari saudaranya. (KOMPAS/SIWI NURBIAJANTI)"][/caption]
Pagi itu saya bergegas menuju Kantor Pos Indonesia, bermaksud mengirimkan uang kepada karyawan yang masih di kampung setelah merayakan Hari Raya Idul Adha. Karyawan saya tinggal di kampung yang cukup terpencil, Jampang - Surade - Sukabumi, dan tidak memiliki rekening bank. Saya mendengar bahwa sekarang Kantor Pos Indonesia sudah memiliki teknologi mutakhir pengiriman uang, saat ini dikirim saat ini sampai, sama seperti ATM. Senangnya karena berharap karyawan saya bisa langsung berangkat setelah saya mengirimkan uang.
Memasuki kantor pos, di luar kantor pos, di parkiran, juru parkir menyambut, "Ada yang bisa dibantu, Pak?"Hebat, juru parkir naik pangkat menjadi petugas pos. Tertulis di meja parkir Rp. 2.000. Hmmmm, selanjutnya saya menjawab pertanyaan juru parkir, "Mau kirim uang." "Isi folmulir ini, Pak." Hebat, dalam hati saya berkata, juru parkir pun sudah berubah menjadi petugas pos. Saya membaca isi formulir (bingung), juru parkir menjawab, "Yang dicontreng saja Pak yang diisi." Dalam hati saya berkata, hebat ni juru parkir, pasti lama mendidiknya, hahahah.
Setelah itu, saya masuk membuka pintu kantor pos, menuju meja pengisian formulir. Sebelum mengisi formulir, saya menelepon karyawan saya. Saya minta karyawan saya mengirimkan NIK KTP dan alamat, dan menginformasikan kalau uang bisa dikirim melalui pos dan langsung diambil. Saya juga meminta karyawan saya langsung ke kantor pos sekarang juga untuk mengambil uangnya. Dengan senang karyawan saya menjawab, "Iya, Bang."
Setelah menerima SMS NIK KTP dan alamat dari karyawan saya, saya langsung mengisi formulir. Selanjutnya saya antri untuk mengirimkan uang. Setelah saya memberikan formulir yang ditaruh di sebuah kotak di atas meja petugas, saya duduk menunggu. Tidak lama, nama saya dipanggil. Bergegas saya menuju meja petugas. Senangnya saya dilayani oleh seorang ibu muda, cantik dan penuh senyum ramah sambil memandang bingung melihat satpam PT Pos duduk di samping si ibu. Otak saya berpikir, mungkin satpam sudah naik pangkat, duduk di samping petugas. Kembali ingatan saya ke juru parkir. Oh meja sang satpam sudah diduduki oleh petugas parkir. Heheheh naik pangkat sekuriti hahaha, duduk di samping si ibu petugas muda yang ramah.
Si ibu muda petugas pos bertanya ramah (profesional), "Kirim uang Rp 300.000, Pak?" "Iya, Bu," jawab saya. "Ya Pak, dengan ongkos kirim jadi Rp 327.000,00." Dengan sedikit bingung saya membayar. Setelah membayar dan dilayani oleh ibu petugas muda yang ramah, saya beringsut keluar sambil memandang bingung security yang duduk di samping si ibu dan berpikir bingung. Sambil menelepon karyawan, saya menginformasikan uang sudah dikirim.
Hebat di era teknologi canggih, dengan menggunakan fasilitas internet yang berlaku tarif Rp 2.500,00 - Rp 3.000,00 per jam atau transfer uang melalui bank dengan tarif gratis apabila mengirim dengan rekening bank yang sama, dana Rp 5.000,00 apabila beda bank, atau RTGS sebesar Rp 200.000.000.00,- dengan biaya Rp 50.ooo,00, saya bingung membandingkan pengiriman uang melalui kantor pos, dengan jumlah pengiriman Rp 300.000,00 biaya Rp 27.000,00. Gila, Bapak ke mana Bapak hahahahah.
Terbayang oleh saya, pengiriman uang melalui kantor pos, yang banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah atau notabene masyarakat yang tidak memiliki rekening atau masyarakat yang tidak terjangkau oleh bank di kampungnya, hanya terjangkau oleh pos keliling. Kembali saya berdecak kagum. Bapak mana Bapak hahahaha. Lebih banyak pembantu rumah tangga, buruh, dan pelaku usaha ekonomi lemah yang tidak memiliki rekening, mengirimkan uang untuk keluarga atau ibu/bapaknya di kampung. Gila, betul-betul bapak mana bapak.
Segera saya men-starter motor keluar dari kantor pos dengan perasaan tak menentu, membayangkan ongkos kirim yang hampir 10% dari uang yang dikirim hahahahahahah. Belum lama saya keluar dari kantor pos dengan menggunakan motor, HP saya berdering. Saya segera menghentikan motor dan melihat HP saya. Ternyata karyawan saya yang saya kirimkan uang menelpon. Saya langsung angkat. Saya pikir karyawan saya sudah mengambil uang dan menginformasikan akan langsung berangkat. Setelah saya angkat, karyawan saya menginformasikan kalau uang tidak bisa diambil dikarenakan KTP yang digunakan bukanlah EKTP. Saya bingung dan petugas pos di Jampang Surade minta ditarik kembali untuk diganti dengan yang EKTP.
Dengan bingung saya mematikan HP dan menstarter motor untuk kembali ke kantor pos. Sesampai di kantor pos, saya disambut petugas parkir dengan keramahannya. Saya langsung masuk menuju meja petugas pos ibu muda yang penuh senyum. Saya menginformasikan bahwa uang yang dikirim tidak bisa diambil karena tidak menggunakan EKTP. Ibu muda petugas pos menjawab bahwa seharusnya bisa. Begitu juga petugas lainnya mengiyakan. Saya sampaikan ke petugas pos bahwa kalau di Jampang - Surade - Sukabumi, petugas pos menyatakan tidak bisa.
Selanjutnya saya bertanya apa yang harus saya lakukan. Petugas menyarankan untuk menarik uang dan mengirimkan uang kembali dengan penerima yang diganti menjadi penerima yang memiliki EKTP dan saya dikenakan biaya pengiriman uang kembali sebesar Rp 27.000,00. Dengan kebingungan dan berpikir instan saya mengiyakan karena berharap karyawan saya bisa langsung berangkat. Saya kembali ke petugas parkir untuk mengambil formulir dan kembali ke dalam kantor pos untuk mengisi formulir. Sekuriti mendekati saya sambil berkata, "Formulir bisa difotokopi, Pak." Hebat, luar biasa, hahahahahaha.