Namun, toko bukunya setiap harinya sepi sampai-sampai teman semasa SMA nya mengatakan," menjual buku di negeri yang tidak suka membaca buku adalah tindakan heroik", sontak saja Debut menamakan tokonya, Toko Buku Heroik dengan harapan masyarakat turgugah untuk membeli bukunya. Â Â
Faktanya hal tersebut berbanding lurus dengan situasi Indonesia Saat ini, Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Â
Tidak hanya menyoroti minat baca, melalui novel ini juga kita akan diperkenalkan oleh karakter-karakter manusia Indonesia.  bagaiamana sifat suka membully dan menindas yang mampu diperankan dengan  baik oleh Trio Bastardin dan Duo Boron. Handai, si pengahayal, Junilah dan Nihe yang hobby sekali selfie bahkan tak peduli pada pekerjaannya, Sobri dan Honurun si IQ jongkok, yang masa sekolahnya menjadi penghuni bangku belakang karena dianggap menggangu siswa lainnya.Â
Kita juga akan dibuat terkesima oleh Inspektur Abdul Rojali yang teruji integritas dan idealismenya, dia orang yang sangat lurus, sampai-sampai masyarakat di kota tersebut mengatakan," kelurusannya mengalahkan marka jalan.
Hal tersebut memang dibuktikannya misalnya saat dia menolak sogokan dari geng bestardin, menolak anaknya diluluskan sekolah perawat dengan alasan nepotisme. Masih adakah polisi selurus beliau di kehidupan nyata?
Mahalnya biaya pendidikan dialami Aini anak Dinah. Sesaat setalah Aini dinyatakan lulus di Fakultas Kedokteran di salah satu perguruan tinggi, Dinah harus menyediakan 80 juta untuk biaya pendaftaran anaknya. bermodalkan jualan mainan anak-anak mustahil rasasnya Dinah mampu membiayai kuliah anaknya.
Skenario mencuri di Bank digagas oleh teman semasa SMA, sesama penghuni bangku belakang. Debut sang idealis,"Aku sudah tahu dari dulu, Nah! kita belum merdeka dalam pendidikan! kita sekolah masih macam orang terjajah!" (Halaman 78).
hal inilah yang menjadi alasan mengapa penulis menyebut novel ini sebagai antitesa dari novel Laskar Pelangi karena apa yang dialami Ikal dan Aini berbanding terbalik.
Jika Ikal mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, beda hal dengan Aini yang terseok-seok untuk membayar uang pendaftarannya. from zero to hero yang dialami ikal sepertinya sulit berlaku bagi Aini.
Demikianlah sedikit pandangan dan analisis saya setelah membaca novel ini. sebuah mahakarya yang mampu mewakili perasaaan kita masing-masing saat membacanya.
Saran saya, buat teman-teman yang belum baca segera miliki novelnya, kita akan dibawa melihat wajah Indonesia kini. SALAM LITERASI!!!