Mohon tunggu...
febrian al birri
febrian al birri Mohon Tunggu... -

Putra Riau yang dilahirkan di Kabupaten Kuantan Singingi kota jalur. Sedang menempuh pendidikan di Al-Azhar University, Cairo, mesir. Aku hanya ingin menjelajahi seluruh pelosok negri untuk mengejar semua mimpi, aku dapatkan apa yang ku cari atau aku mati tak dikenal. Seandainya aku mati kepada Allah akan kembali, jika aku selamat jalan pulang amatlah dekat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Musa Millennium I

3 Mei 2010   19:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saat sibuk berkutat dengan buku Mustholahul Hadits di mesjid Manba’ul Furqon menjelang jum’at siang itu, aku sedikit terkejut ketika Syekh abdullah Hamid memanggilku dengan suara lirih menggunakan isyarat tangannya. Aku mendekat “Inta Lâzim tiqro’ Qur’an Dilwakti, Mashy..!” (Kamu harus baca qur’an sekarang, Oke!) katanya. “Insya Allah Fikri ha Yigi Syekh…” (Isnya Allah temanku Fikri akan datang Syekh…) jawabku. “Huwa Mush Gay Dilwakti, Biyukhbirni kholas, Ha Tiqro’ Ayyatussuroh” (Dia ngak datang, kemaren sudah memberitahuku, kamu mau baca surat apa?) Masih dalam kebigungan dan sedikit gugup aku jawab saja “Sûratul  An’am Insya Allah..”

Sudah hampir dua tahun berlalu aku dan tujuh orang sahabatku belajar tajwid kepada beliau, banyak ilmu dan hal-hal baru yang kudapat. Kesan pertama dan catatan pribadiku adalah “seluruh teman-teman Indonesia yang belum pernah belajar qur’an kepada Masyayikh asli arab, pastilah “dibantai” alias dibengkel habis-habisan, meskipun mereka termasuk para pemenang lomba MTQ yang tentunya jago baca qur’andi Indonesia (Makhorij dan tajwid kita masih berantakan, red)”

Begitulah hal yang kualami bersama teman-teman yang kebetulan tergabung dalam kelompok JMQ (Jam’iyyatul Qurra), para qori pondok modern Gontor. Padahal di pondok Darussalam ini hanya mereka yang pilihan saja mendapat izin baca qur’an di “blue house” (kamar khusus tempat baca qur’an dengan dinding warna biru)

Yang aku tau setiap membaca qur’an malaui suara menara, bacaan akan didengarkan banyak orang,sebab disiarkan langsung melalui radio yang konon sinyal gelombangnya sampai ke Solo. Sementara Ponorogo-Solo berjarak seratus kilo meter lebih. Salah bacaan! hmm..siapkan diri untuk mendapatkan siraman omelan.

Ah, jadi teringat pertama kali aku dizinkan Azan diruang itu, kakiku gemetaran, lunaglai tak terkira. Apalagi saat mendapat izin membaca Murottal, wah… mulutku rasanya spontan langsung sariawan. Namun, bahagianya minta ampun hingga terbawa mimpi. Hiks…hiks….Wong ndeso kon…kon…?

Sesaat sebelum aku mulai membaca, sang khotib datang. Akupun lantas bersalaman tanpa mengenal sosok yang aku salami, ia duduk disebelah kiriku sambil terkadang melirik melihat qur’an yang aku baca. Lumayan gemetaran rasanya, sebab inilah pertama kalinya sebagai orang asing di Negeri ini membaca qur’an ditengah penduduk Arab asli dalam menyambut waktu jum’at. Nervousku bertambah dahsyat ketika Syekh Hamid menyimak bacaan mengambil posisi disebelah kananku. Wah, Mesti super hati-hati dan siap mental untuk disalahkan.

Waktu jum’at tiba, bacaan segera kuakahiri. Subhanallah, Bahagia sekali rasanya, Alhamdulillah…, cuma diingatkan satu kali, ada huruf ‘Sin’ yang terbaca agak tebal. Sang khotib menaiki mimbar, azan pun dikumandangkan.

Besambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun