Mohon tunggu...
Albert Tarigan
Albert Tarigan Mohon Tunggu... -

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Hitam di Pintu Akhirat

22 Maret 2011   06:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PADA suatu sore yang cerah, Senin, 14 Maret lalu, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Catharina Suryowati menyampaikan satu informasi penting kepada masyarakat melalui konferensi pers kepada beberapa wartawan di Balai Kota, Jakarta. Dari 589,65 hektar luas pemakaman, lahan yang siap pakai untuk pemakaman baru di seluruh wilayah Jakarta hanya 31,8 hektar yang di atas kertas diperkirakan cukup hingga 2013. Adapun lahan seluas 202,21 hektar yang sudah dibeli pemerintah provinsi, tidak terpakai karena belum diuruk. Pengurukan memerlukan dana hingga miliaran rupiah per hektar namun sayangnya, pemerintah Jakarta tidak menganggarkan biaya pengurukan baik pada anggaran tahun lalu maupun tahun ini.

Petang hari sesaat sesudah keterangan pers, beberapa media online di Jakarta sudah memberitakan kabar itu, disusul dengan pemberitaan media cetak keesokan harinya dengan judul, Jakarta krisis lahan pemakaman. Ini menambah daftar masalah genting di Ibukota yang sudah bertahun-tahun secara luas diketahui tak bisa lepas dari belenggu kemacetan. Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Kuntoro Mangkusubroto bahkan memperkirakan Jakarta akan macet total pada tahun 2012 jika tak ada pembenahan serius.

Berdasarkan penjelasan Catharina, masalah pemakaman tidak segawat kemacetan. Pemerintah provinsi bisa mencari solusi dengan segera melakukan pengurukan dengan biaya dari anggaran belanja daerah tahun depan. Jika 202,21 hektar tersebut selesai diuruk, Catharina memperkirakan lahan pemakaman akan cukup digunakan hingga tahun 2021.

Cara lain yang juga sudah diterapkan dan jadi andalan saat ini adalah sistem tumpang dengan menguburkan dua sampai tiga jenazah dalam satu makam, terutama mereka yang memiliki hubungan keluarga. Syaratnya, harus ada izin tertulis atau surat pernyataan dari ahli waris atau pihak yang bertanggungjawab terhadap jenazah yang akan ditumpangi berikut lampiran izin penggunaan tanah makam asli yang masih berlaku. Ada juga sistem tumpang di makam yang izin sewanya tidak diperpanjang lagi setelah masa sewa tiga tahun habis sehingga kedaluwarsa.

Kamis pekan lalu, saya mendatangi gedung perkantoran di Jalan Aipda KS.Tubun Nomor 1 Jakarta Pusat. Tempat ini biasa disebut Palang Hitam atau Palhit oleh reporter yang meliput isu-isu perkotaan. Puluhan reporter kerap duduk-duduk di teras kantor yang stand by 24 jam sembari menunggu kabar penemuan mayat entah karena pembunuhan atau faktor lainnya yang biasa dilaporkan masyarakat. Di sinilah Catharina berkantor, Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta.

Kepada saya, Catharina tidak bisa memastikan luas lahan yang akan diuruk mulai tahun depan. Demikian juga dengan perkiraan ketercukupan lahan baru sebatas asumsi-asumsi longgar sehingga keterangan yang disampaikannya kepada media satu dan media lainnya berbeda-beda. “Mungkin satu, dua hektarlah,” katanya, “Kalau mau ngebut ya lima hektar.”

Dengan kata lain, pengurukan lahan seluas 202,21 hektar paling cepat dirampungkan 40 tahun lagi.

“Tapi bicara penyediaan tanah makam dengan kesempatan masyarakat memakamkan keluarganya di Jakarta lain lagi. Memakamkam bisa di makam tumpangan atau makam kedaluwarsa sehingga bisa jadi more than 2030.”

Keterangan Catharina mengenai lahan tak siap pakai dan perlu pengurukan berbeda dengan penjelasan Suryo Wargo, Sekretaris Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta yang tak lain adalah bawahannya. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, luas lahan yang belum siap pakai atau butuh pengurukan sampai dengan tahun 2010 adalah 128,56 hektar. Keterangan berbeda antara bos dan bawahan ini terjadi karena Catharina menghitung lahan yang hanya perlu dibersihkan seluas 73,65 hektar. Sementara Wargo hanya mengukur lahan yang benar-benar perlu diuruk.

Penjelasan Wargo membingungkan. Jika benar ada lahan yang hanya perlu dibersihkan, total lahan pemakaman di Jakarta seharusnya 589,65 hektar seperti yang disampaikan Catharina bukan 516 hektar seperti yang dikatakannya.

“Catatan saya itu yang benar karena kita melakukan pengukuran ke lapangan, 128,56 hektar itu perlu pengurukan kalau yang lain cuma perlu land clearing aja, ada rumput-rumput,” kata Wargo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun