Mohon tunggu...
Alberto Ruyattman
Alberto Ruyattman Mohon Tunggu... -

Seorang yang senang mengamati, beropini, dan menuangkan pemikiran-pemikiran melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Harimau ‘Terakhir’ Indonesia Benar-benar Terancam

13 Desember 2013   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58 3397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13869262072033432280

[caption id="attachment_308391" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Harimau terakhir yang masih eksis di Indonesia sampai saat ini adalah harimau sumatera. Populasi persisnya pun kini semakin tidak menentu. Tidak ada yang dapat memastikan berapa pastinya/hanya estimasi yang cukup kabur bagi saya. Ada yang bilang sekitar 400, ada yang bilang 300, ada juga yang menyatakankurang dari 300, dll.. Status hewan ini menurut iUCN list adalah CE (Critically Endangered) alias sangat-sangat terancam. Status ini hanya satu tingkat di atas EW (Extinct in the Wild) alias punah di alam liar. Sebenarnya sungguh disayangkan, hewan satu ini nasibnya semakin tidak jelas. Dahulu Indonesia mempunyai 3 jenis harimau, yaitu harimau jawa, harimau bali, dan harimau sumatera. Namun seiring waktu, dua jenis harimau di Jawa dan Bali telah dinyatakan punah. Karena tidak pernah terlihat lagi penampakannya di kedua pulau tersebut.

Di Jawa, harimau diperkirakan telah punah sekitar tahun 1990-an. Miris memang, kepunahan mereka sudah pasti, karena meledaknya/banyaknya populasi manusia di kedua pulau teresebut. Asal kita tahu saja, Jawa adalah pulau dengan penduduk terbanyak di dunia. Tidak heran, kalau hewan seperti harimau yang membutuhkan lahan yang cukup, tak mampu bersaing dengan manusia yang begitu ekspansif mengonversi lahan mereka dan memburunya terang-terangan. Hutan yang ada tidak mampu mendukung keberlangsungan hidup harimau. Mereka tidak mampu bertahan hidup di hutan Pulau Jawa yang sedikit (makin sempit) dan lokasinya yang makin terpisah-pisah satu dengan yang lainnya. Padahal harimau memiliki daya jelajah yang cukup jauh, jadi kucing besar ini tidak mendapatkan lahan habitat yang ideal baginya untuk mencari makan. Di Pulau Bali yang relatif kecil dulunya juga pernah punya harimau. Kasus kepunahannya juga kurang lebih sama dengan yang terjadi di Pulau Jawa, yaitu akibat berkurangnya hutan dan perburuan liar oleh banyak kalangan. Harimau bali akhirnya dinyatakan punah sejak tanggal 27 September 1937. Itulah sedikit flashback tentang lembar kelam harimau Indonesia.

Kini, harimau sumatera pun sangat berpotensi untuk mengalami nasib yang serupa dengan saudara dekatnya, yaiitu kepunahan. Hal ini bukanlah isapan jempol belaka. Harimau yang dahulu hidup tenteram dan nyaman mencari makan di hutan, kini keberadaannya sering ditemui di area perkebunan dan perkampungan warga. Kasus konflik/pertemuan harimau dengan warga di Sumatera dewasa inimenunjukkan peningkatan yang besar. Banyak sekali konflik yang melibatkan harimau di dalamnya. Harimau masuk perkampungan warga, harimau terjerat jebakan babi hutan. Harimau memakan ternak warga. Harimau menerkam penyadap karet, dll..

Kasus ini menggambarkanbahwa harimau sekarang sedang kesulitan untuk mencari makan. Mereka yang dapat ditemui hingga perkebunan warga tersebut, sebenarnya dalam kondisi kelaparan. Mereka butuh makan, untuk hidup. Sedangkan di sisi lain, hutan tempat mereka untuk bernaung berkurang secara drastis. Mereka sebenarnya tidak sadar/sengaja untuk memasuki daerah perkebunan/perkampungan. Daerah yang dahulunya hutan belantara secara masif berubah menjadi lahan perkebunan. Sehingga wajar jika para harimau menjadi kebingungan dan banyak masuk di perkebunan. Gara-gara kasus ini, beberapa penduduk setempat menderita kerugian besar, mulai dari hewan ternak yang mati, hingga kehilangan nyawa. Namun, saya bisa bilang kerugian itu belum seberapa jika dibandingkan kerugian harimau itu sendiri. Tak jarang pula, harimau yang menjadi korban utama dalam konfilk tersebut. Hidup mereka kini, senantiasa terancam. Mereka tak bisa leluasa lagi untuk mencari makan di daerah asal tempat mereka sendiri.

Kepentingan ekonomi, musuh besar bagi harimau

Sering kali, keberadaan/kelestarian satwa liar/satwa langka di Indonesia ini kurang mendapat perhatian dari warga Indonesia sendiri. Kebanyakan orang yang menaruh concern dan kecintaannya akan hewan eksotis ini justru orang-orang dari luar negeri. Kita mungkin masih mengingat bagaimana Harrison Ford yang dikabarkan marah-marah terhadap Menhut dan SBY karena kesal akan lemah dan ringannya hukuman bagi para perambah hutan di Indonesia. Banyak juga contoh lainnya, peneliti asing yang ‘mengabdikan’ hidupnya untuk riset dan keselamatan satwa langka Indonesia. Padahal, kitalah yang memiliki harta yang tak ternilai harganya ini. Harta yang tidak dipunyai oleh negara lain. Namun, harta kita sendirilah yang sering kita sia-siakan dan cueki.

Orang-orang kita cenderung peduli dan lebih memikirkan kepentingan ekonomi saja, komersialisasi,dll.. Segala cara dihalalkan atas nama pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Investasi dan izin perkebunan, pertambangan, diobral. Lahan konservasi ikut disikat, diubah menjadi ladang bisnis baru yang menguntungkan. Mulai dari sawit, karet, dan jenis kayu-kayu HTI lainnya. Kayu gelondongan bertebaran, hanyut di sungai, dijual bernilai ekonomis. Segala upaya dimaksimalkan demi nama EKONOMI, demi komoditas unggulan yaitu sawit dan ‘teman-temannya’.

Pemerintah, Kemen LH, Kemenhut seolah hanya bisa ‘melongo’ meratapi hal ini. Hukuman kepada pelaku perambahan pun sangat ringan dan tidak sebanding dengan kerusakan yang dilakukan. Banyak pula pelanggaran-pelanggaran lainnya yang tak terdeteksi radar Kemenhut. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan deforestasi di hutan alami, termasuk diberlakukannya moratorium pun tidak banyak memberi impact di lapangan. Kasus-kasus illegal logging, dan aktivitas pembukaan lahan terus ditemukan lagi dan lagi. Berita-berita macam itu sangat mudah dijumpai di media. Begitu pun dengan berita konflik satwa liar dan manusia yang juga meningkat. Kawasan konservasi sekelas taman nasional pun, tidak menjamin steril dari kegiatan perambahan. Hampir di seluruh kawasan Taman Nasional di Sumatera dijumpai penyalahgunaan lahan, seperti pembangunan rumah-rumah, pertambangan illegal, perluasan perkebunan, dll..

Sungguh amat besar ancaman dan teror yang dihadapi oleh harimau sumatera di daerahnya. Apalagi, dengan semakin bertambahnya penduduk d Sumatera, yang otomatis membutuhkan lebih banyak lagi perkebunan/pertanian serta lahan untuk bermukim. Harimau seperti ‘dianaktirikan’ keberadannya oleh Pemerintah dan masyarakat setempat. Seolah, mereka hanya tinggal menunggu waktu untuk musnah, dan terpaksa menerima takdirnya sebagai harimau sebagai hewan. Sedari dulu hingga sekarang, hingga besok, dan sampai kapanpun harimau akan selamanya hewan. Hewan adalah hewan, yang dalam sejarahnya, seganas apa pun mereka, tidak akan bisa menandingi keinginan dan kerakusan manusia. Hewan tak punya kuasa dan daya yang cukup untuk sekadar melawan manusia. Tetapi, manusia mempunyai daya dan kuasa yang lebih dari cukup untuk memusnahkan hewan atau juga menyelamatkan dan melestarikannya. Bukankita yang terancam oleh harimau tetapisebenarnya mereka yang butuh bantuan kitauntuk survive.

Harimau baiknya, kita pandang sebagai harta yang dipercayakan oleh Tuhan YME, kepada bangsa Indonesia sebagai satu di antara banyak bentuk keanekaragaman hayati yang tak ternilai. Jika mereka punah, kita pasti akan menyesal, dan yang sudah terjadi tak dapat kembali lagi. Akankah kita, mengulangi lagi kesalahan yang telah kita lakukan terhadap dua saudara mereka di masa lalu? Apakah sebegitu tak berharganya satwa endemik ini, bagi kita? Ini kesempatan terakhir kita untuk terus mempunyai harimauhidup dan lestari di alam liar Indonesia hingga masa-masa yang akan datang. Tentu, kita tidak ingin anak cucu kita, hanya dapat menyaksikan harimau di kandang kebun binatang saja.

Sumber/bahan bacaan: wikipedia.org Harimau Terkam Penyadap Karet di Jambi Hutan Indonesia Rusak, Harrison Ford Berani Marahi Menhut 20 Hektar Hutan Lindung Bukit Sanggul Dirambah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun