Baru-baru ini, platform media sosial TikTok diramaikan oleh diskusi mengenai seorang konten kreator Indonesia yang berambisi bersaing dengan salah satu ikon besar di dunia konten global.
 Untuk mencapai tujuannya, dia menggunakan taktik berbagi hadiah dengan syarat harus mengikuti akun TikTok-nya terlebih dahulu.Â
Meskipun niatnya terkesan baik, langkah ini memunculkan refleksi mendalam tentang bagaimana kita sebaiknya membantu orang tanpa mengharapkan imbalan atau belas kasih dari banyak orang.
Menurut penulis, ambisi besar dan keinginan untuk bersaing di tingkat global adalah hal yang layak diapresiasi.Â
Ambisi dapat mendorong seseorang untuk terus berkarya dan memberikan yang terbaik dari dirinya.
 Namun, perlu diingat bahwa kompetisi yang sehat adalah kompetisi yang tidak mengorbankan nilai-nilai etika dan integritas. Membantu orang lain seharusnya didasari oleh niat tulus, bukan sekadar untuk meningkatkan popularitas atau jumlah pengikut.
Menggunakan taktik berbagi hadiah dengan syarat mengikuti akun media sosial mungkin efektif dalam jangka pendek untuk meningkatkan jumlah pengikut.Â
Namun, ini bisa memunculkan pertanyaan tentang autentisitas dan niat di balik tindakan tersebut. Pengikut yang didapat melalui cara ini sering kali tidak benar-benar tertarik dengan konten yang disajikan dan hanya mengikuti demi hadiah. Akibatnya, komunitas yang terbentuk menjadi rapuh dan kurang bermakna.
Bantuan yang tulus, tanpa syarat dan tanpa mengharapkan imbalan, memiliki nilai yang jauh lebih besar.
 Ketika seseorang membantu dengan niat murni untuk memberikan manfaat, dampaknya akan terasa lebih mendalam dan lebih langgeng.Â
Keikhlasan ini juga membangun rasa percaya dan loyalitas yang kuat di antara komunitas.Â