Vatikan, 30 Mei 2024 --- Dalam sebuah pertemuan yang menggetarkan hati dan menyentuh jiwa, 60 mahasiswa Fakultas Teologi dari Centro San Pietro Favre, Universitas Kepausan Gregoriana Roma, melangkah ke dalam keheningan Vatikan yang sakral, merasakan denyut spiritual yang mengalir dari setiap sudutnya. Mereka datang untuk menziarahi Dikastero per il Clero, lembaga yang menjadi pilar dalam pembinaan imam di seluruh dunia. Hari itu, Vatikan menjadi lebih dari sekadar pusat Gereja Katolik; ia menjadi tempat di mana panggilan imamat direnungkan dan dimaknai dengan kedalaman yang baru.
Pembukaan oleh Kardinal Mons. Lazzaro You Heung-sik: Memahami Panggilan dengan Kasih yang Mendalam
Di bawah naungan langit Vatikan yang cerah, para mahasiswa disambut dengan hangat oleh Kardinal Mons. Lazzaro You Heung-sik, Prefek Dikasteri Klerus. Dengan suara yang penuh kelembutan, Kardinal mengajak mereka merenungi hakikat panggilan seorang imam---bukan sekadar tugas, melainkan sebuah misi ilahi yang ditenun dari cinta dan pengorbanan."Seorang imam hanya akan menjadi Kristen sejati jika ia menghayati Sabda Allah," ujar Kardinal Lazzaro dengan bijaksana. Dalam kata-katanya yang penuh makna, beliau menekankan bahwa Kristus harus menjadi pusat dari setiap langkah seorang imam, terutama di saat-saat tergelap dan paling menantang dalam hidup mereka. Ia berbicara tentang keindahan yang tersembunyi di balik setiap salib yang dipikul oleh seorang imam, di mana setiap kesulitan adalah undangan untuk lebih dekat kepada Tuhan.Lebih lanjut, Kardinal berbagi tentang rutinitasnya yang penuh dengan doa, ziarah, dan refleksi, yang semuanya bertujuan untuk menjaga kedekatan dengan Kristus. Beliau mengungkapkan keprihatinannya terhadap para imam yang tersesat dari panggilan mereka, menekankan bahwa mungkin penyebabnya adalah kurangnya hubungan yang mendalam dengan Tuhan. Di hadapan para mahasiswa, ia menegaskan pentingnya kehidupan komunitas dan kesederhanaan sebagai landasan dalam menjalani panggilan yang suci ini.
Menelusuri Sejarah dan Warisan Dikasteri Klerus
Setelah pertemuan inspiratif itu, para mahasiswa diajak untuk menjelajahi sejarah panjang Dikasteri Klerus, yang akarnya menjangkau hingga Konsili Trente. Sejarah ini bukan hanya sekadar kronologi, tetapi juga sebuah cermin yang memantulkan kesetiaan Gereja dalam mendampingi dan membina para imamnya selama berabad-abad. Mereka belajar tentang transformasi yang telah dilalui Dikasteri ini, dari Kongregasi Suci menjadi lembaga yang kini dikenal sebagai Dikasteri Klerus, yang dipandu oleh visi Paus Fransiskus dalam Konstitusi Apostolik Praedicate Evangelium. Dalam setiap langkahnya, Dikasteri ini tetap setia pada misi suci untuk mendampingi imam dalam perjalanan mereka, sejak masa formasi awal hingga pelayanan seumur hidup. Paus Fransiskus menggambarkan pembinaan ini sebagai proses yang halus, seperti mengasah berlian yang kasar, agar panggilan para imam dapat bersinar dengan cemerlang di tengah umat Tuhan.
Pesan Sekretaris Dikasteri: Merawat Hubungan yang Sejati dengan Kristus
Di penghujung kunjungan, para mahasiswa mendengarkan kata-kata mendalam dari sekretaris Dikasteri Klerus, yang membahas tantangan unik yang dihadapi oleh para imam di zaman modern. Dengan penuh keprihatinan, sekretaris menyoroti bahaya isolasi yang sering kali diakibatkan oleh teknologi dan media sosial, yang dapat menjauhkan seorang imam dari hubungan yang sejati dengan Kristus."Imam harus menjadi kekasih sejati Kristus," kata beliau, menekankan bahwa tanpa kasih yang mendalam ini, panggilan imamat dapat kehilangan makna dan arah. Beliau mengingatkan bahwa tugas seorang imam adalah lebih dari sekadar menjalankan fungsi-fungsi ritual; itu adalah sebuah panggilan untuk menyerahkan seluruh hidup kepada Tuhan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para kudus, seperti Bunda Teresa.
Penutupan: Menghayati Panggilan dengan Kesetiaan dan Kebijaksanaan