Dalam proses pengadilan, terdapat hakim yang menentukan konsekuensi-konsekuensi untuk tindakan tertentu. Hukum di Indonesia memiliki kekuatan mengikat yang harus dipatuhi, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Dalam kasus tertentu, terdapat proses pengadilan yang meliputi praktik suap kepada hakim. Tentu saja hal ini tidak baik karena dapat merusak integritas keadilan dan sistem hukum yang diabaikan. Tindakan menyuap hakim ini justru akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan Indonesia. Proses menyuap terjadi ketika seseorang berusaha memenangkan konsekuensi hukum dengan cara yang tidak jujur dan kompeten. Hal tersebut termasuk kedalam korupsi yang tentu merugikan masyarakat, yang padahal seharusnya hukum menjadi fondasi dari tindakan kita dalam norma sosial.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya praktik suap kepada hakim. Komitmen yang tidak dijalankan sesuai dengan integritas dan moralitas. Tidak semua hakim memiliki komitmen etika yang kuat terhadap keadilan. Sebagian dari hakim masih tergoda oleh kekuasaan dan materi. Minimnya pengawasan terhadap kinerja hakim membuat juga menjadi celah bagi praktik korupsi. Kebutuhan material yang tidak sesuai dengan tindakan hakim dan kondisi ekonomi yang tidak mendukung bisa meningkatkan keinginan yang kuat bagi hakim untuk melakukan praktik suap. Keinginan kuat untuk melakukan korupsi karena dianggap hal yang lumrah di Indonesia. Di beberapa lembaga pengadilan pemerintah, praktik suap sudah dianggap hal biasa, sehingga sulit untuk diberantas.
Dampak-dampak yang dapat terjadi ketika hakim menerima suap adalah runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap proses peradilan hukum. Hukum yang seharusnya menjadi fondasi kepercayaan untuk mengatur kehidupan dan pemberian konsekuensi atas pelanggaran malah menjadi tempat dimana hakim bisa berkorupsi dengan proses menyuap tersebut. Sistem hukum juga dirusak oleh hakim, karena hakim tidak bekerja berdasarkan hukum dan keadilan, melainkan berdasarkan kepentingan pribadi dan material. Tentu saja kegiatan menyuap ini dapat menjadikan akar-akar baru dalam kegiatan menyuap dan menyebabkan kelompok sosial yang buruk. Tidak hanya dalam kalangan hakim, pihak yang benar juga dirugikan karena bisa kalah dengan tindakan penyuapan hakim. Tingkat kriminalitas juga dapat meningkat akibat kurangnya kepedulian terhadap pihak yang benar. Mendukung kegiatan menyuap dapat membuat pihak yang salah lebih bebas untuk melakukan kejahatan karena pihak yang salah dapat mengkorupsi keputusan hakim.
Dalam proses hukum yang kini diremehkan oleh pihak-pihak tertentu perlu diusahakan untuk diperbaiki agar kepercayaan masyarakat meningkat. Solusi yang ada menjadikan keadilan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan hakim. Kesadaran akan tindakan korupsi yang merugikan perlu dibenahi agar tidak menjadi akar-akar baru bagi hakim lainnya. Penguatan sistem pengawasan juga perlu dilakukan sebagai lembaga pemerintah yang kompeten dan jujur dengan sidang terbuka, dokumentasi yang dapat diakses publik, serta audit berkala bisa mengurangi peluang suap. Memberikan hak materi yang sesuai dengan kinerja hakim agar hakim tidak mudah tergoda oleh suap. Dengan melalui pendidikan dan media, kita bisa menyebarkan kesadaran akan hukum yang melemah karena praktik suap ini sejak dini. Penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu bisa menjadi solusi yang tepat bagi pihak-pihak tertentu yang ingin menjadikan stigma-stigma keadilan kearah yang lebih
baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI