Mohon tunggu...
Tony albi
Tony albi Mohon Tunggu... Freelancer - berniat baik dan lakukan saja

tulis aja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ruang Publik Beragama

13 Mei 2024   18:50 Diperbarui: 13 Mei 2024   18:59 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agar tidak bias, uraian ini mengambil perspektif sosial masyarakat dalam bernegara. 

Negara ini ini terbentuk atas dasar keberagaman itu sendiri. Keberagaman bangsa ini dirangkum oleh para founding father adalah bhinneka tunggal Ika. Bahwa kesepakatan dasar negara adalah final terlepas beragam perdebatan yang menyertainya. 

Dengan finalnya dasar negara itu setidaknya kita tidak melihat kebelakang lagi dalam perdebatan dalam perumusannya karena akan merusak tatanan sosial bernegara dan apakah anda sepakat bahwa Pancasila itu final ?.  

Agama,keyakinan atau kepercayaan merupakan hak individu/asasi manusia, kerena merupakan hubungan mahluk dan sang pencipta, dengan beragam cara sebutan maupun ritual ibadahnya. 

Dalam relasi sosial jelas tidak boleh saling menjelekkan, mempersekusi apalagi sampai meniadakan keyakinan yang dianut oleh seorang dinegara ini,  apapun alasannya. Di era digital saat ini semua kita boleh saja berbicara atas dasar keyakinan atau agama kita dengan batasan tertentu  atau tidak menyinggung atau menjelekkan keyakinan orang lain apalagi dalam interaksi sosialnya melakukan persekusi karena perbedaan keyakinannya. 

Negara harus hadir untuk melindungi segenap anak bangsa apapun keyakinannya dalam menjalankan ibadahnya. Apakah cara anda beribadah mengganggu pihak lainnya ?, tidak serta merta anda boleh melakukan kekerasan karena itu sudah tindakan SARA, harusnya pihak keamanan/kepolisian (negara ) seharusnya hadir untuk melindungi dan mengayomi masyarakat yang hendak beribadah dan menindak orang/pihak  yang melakukan tindakan SARA tersebut.

Bukankah harusnya kita bersyukur jika punya tetangga, yang taat beribadah ?, karena dengan mereka beribadah artinya mereka percaya akan tuhan, sehingga tercipta lingkungan yang aman dan damai, bukan ?, dibandingkan dengan punya tetangga yang cukup bar-bar perilakunya, bukankah anda tidak nyaman dan merasa was-was bahkan terancam keselamatan anda sendiri. 

Apakah karena mayoritas hingga bisa melakukan tindakan terhadap minoritas ?, mayoritas hanya sekedar angka dalam kelompok atau wilayah, tidak layak disebut mayoritas jika meniadakan kelompok minoritasnya.  

Atau mungkin cara kita beragama masih layak dipertanyakan ?, karena sepertinya kita belum mengenal apa itu Tuhan, agama dan budaya ?, sehingga dengan mudahnya kita terprovokasi oleh oknum yang mengatasnamakan agama. Sepertinya makna Tuhan direduksi oleh oknum dengan cara menjalankan keyakinannya. Bukankah beragama itu mengajarkan  cinta kasih, keseimbangan, kedamaian dan kemanusian hingga menjadi rahmat bagi alam semesta ?.

Jika meyakini adanya Tuhan, anda tidak boleh semena-mena untuk membenarkan tindakan anda atas nama perbedaan agama itu sendiri. Bukankah kita semua mahluk ciptaan Tuhan seperti yang anda yakini, bagaimana mungkin anda memperkusi mahluk ciptaanNYA ?.

Beragama adalah berkemanusiaan karena dengan menjadi manusia, anda tidak mereduksi makna tuhan dalam diri anda. Bertoleransi atau kesetaraan adalah cara hidup berkemanusiaan dalam tatanan sosial masyarakat bernegara. Bukankah begitu seharusnya berketuhanan ?, anda lebih layak menjawabnya. 

Salam

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun