Mohon tunggu...
Tony albi
Tony albi Mohon Tunggu... Freelancer - berniat baik dan lakukan saja

tulis aja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi

2 Mei 2024   19:18 Diperbarui: 2 Mei 2024   19:18 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan Mei tahun 1998 terjadi puncak reaksi keras masyarakat sipil terhadap pemerintahan orde baru yang berjalan tidak demokratis, berkeadilan dan sangat otoriter, perjuangan sipil menggulingkan pemerintahan itu dengan agendanya yaitu reformasi. 

Reformasi artinya kita menata ulang cara kita bernegara, karena pemerintahan orde baru penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme serta hukum digunakan untuk melegalkan tindakan penguasa otoriter. Agenda reformasi adalah kembali ke alam demokrasi, kebebasan sipil dan hukum menjadi panglima ( negara hukum ) bukan lagi menjadi negara kekuasaan. Artinya berdemokrasi dan bernegara hukum, bukan menggunakan hukum sebagai stempel atas tindakan penguasa lagi.

Dan reformasi juga mengkoreksi perilaku korupsi yang menghancurkan sendi-sendi kita bernegara juga kolusi dan nepotisme, bukankah negara demokrasi memberikan peluang yang sama bagi semua anak bangsa berdasarkan kompetensi artinya meritokrasi menjadi acuan bukan lagi kolusi dan nepotisme.

Setelah satu generasi atau 25 tahun setelah reformasi, mereka yang mengalaminya atau menjadi bagiannya saat itu masih memegang agenda reformasi dan tetap menjaganya ?. Karena sekarang merekalah yang menjadi bagian dari rejim yang memerintah saat ini, apakah sudah sesuai agenda reformasi yang dulu mereka perjuangkan ?.  

Agaknya kita tidak pernah belajar dari sejarah, bukan tidak mungkin bahwa sejarah akan berulang. Dan membuat kita sebagai bangsa tidak menjadi lebih baik karena punya kecenderungan mengulangi kesalahan yang sama. Jika kita mau merawat demokrasi tapi hukumnya kita lecehkan begitu rupa atas nama demokrasi itu sendiri.


Bukan demokrasi akan mati oleh pelakunya sendiri yang selalu teriak atas nama demokrasi begitupun halnya dengan reformasi. Kata-kata "Demi bangsa dan negara" , " atas nama rakyat", " demi persatuan" hanya menjadi slogan kosong secara bersamaan laku kita menghianatinya bahkan perlahan-lahan  membunuh demokrasi dan reformasi itu sendiri ?.

 Apakah kita mampu merawat demokrasi dan sudah menjalankan agenda reformasi yang dulu diperjuangkan bersama dengan darah dan airmata ?, anda lebih layak menjawabnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun