Mohon tunggu...
Tony albi
Tony albi Mohon Tunggu... Freelancer - berniat baik dan lakukan saja

tulis aja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Menolak Ide Presiden 3 Periode

4 Juni 2021   14:16 Diperbarui: 4 Juni 2021   14:28 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Boleh saja melahirkan ide pemikiran presiden 3 periode, dasar pemikiran qodari, memasangkan Jokowi dan Prabowo pada pilpres 2024, guna meredam polarisasi dan bahkan mengikis radikalisme dan intoleransi di negeri ini dengan kebijakan komprehensif nantinya di pemerintahan karena kuatnya porsi parpol di parlemen. Tapi akan melahirkan preseden buruk bagi demokrasi kita kedepannya. Kenapa begitu ?,
Ada beberapa alasannya :

1. Jika alasannya meredam polarisasi masyarakat oleh pilpres, saya setuju, karena dalam 2 pilpres 2014 dan 2019 sangat kentara sekali karena memainkan isu SARA dan hoax ( dengan kata lain menghalalkan segala cara demi suara). Apakah tidak mungkin pilpres 2024 nanti bukan 2 pasang kandidat saja, jika melihat komposisi partai perolehan suara saat 2019 dan partai koalisi yg boleh mengajukan kandidat ( presidential Threshold ) yaitu 20 % sesuai UU no 42 tahun 2008 tentang pemilu, capres  dan cawapres sangat mungkin akan ada 3 bahkan lebih kandidat pasangan calon nanti pada pilpres 2024.

2. Saya sepakat katagori Qodari dalam membagi warna parpol dalam islam progresif sampai nasionalis protektif. Tapi karakter parpol dinegara kita tidak jelas identitas dan ideologinya, karenanya dalam pilpres nanti koalisi parpol hanya atas dasar take and give seperti yang terjadi dalam berbagai pilkada selama ini.

3. Jika asumsi Qodari, bahwa calon kuat nanti Prabowo dan Anies, sekalipun dalam banyak survei mengatakannya, disini saya tidak sepakat dalam melihatnya.

Alasannya karena Prabowo dalam pilpres nanti, di usianya yang ke 72 tahun, agaknya kurang ok di pemilih generasi z yg jumlahnya sangat besar sekitar 35%, apa yg menarik dari seorang Prabowo bagi generasi muda ?. Saat inipun Prabowo sebagai menhan dan ketua lumbung pangan nasional tidak terlihat kinerjanya, cendrung diem-diem bae bahkan gak ada suaranya.
Hal lainnya, kita tahu dalam 2 pilpres lalu bagaimana Prabowo bisa begitu percaya dengan orang disekelilingnya tanpa cross check, ada lembaga survei dalam quick count menyatakan Prabowo menang pilpres saat itu, apa jadinya jika dia menjadi orang nomor satu di negeri ini ?.
Agak dilematis jika koalisi parpol mencalonkan Prabowo lagi karena hitung-hitungan suara yg diperoleh tidak ok jika lebih dari 2 kandidat.

Anies Baswedan, bisa jadi  diusung oleh parpol dengan memainkan identitas seperti biasanya, yaitu PKS. Maaf kata dan agak subjektif ini, Anies hanya bisa retorika dan tidak mampu mengurus negara sebesar ini. Jika melihat track record nya dalam pilkada dan kinerjanya sebagai gubernur DKI, dia kartu mati untuk jadi capres atau cawapres sekalipun. Saya tidak mampu membayangkan jika Anies di calonkan apalagi sampai terpilih, mohon ampun kepada Tuhan agar itu tidak terjadi.
Anies hanya mampu memainkan pencitraan tanpa bisa bekerja dan menghalalkan segala cara demi tujuannya, Indonesia tidak layak dipimpin oleh orang yg memainkan politik identitas seperti Anies.

Karenanya bisa jadi di tahun mendatang survei-survei akan berkata lain, ingat elektabilitas Jokowi baru terlihat di akhir 2013 atau awal 2014 bukan ?.

4. Jika dasar ide pemikiran itu untuk tidak terpolarisasi oleh isu identitas dgn framing agama dalam pilihan politik terutama pilpres. Sejak saat ini setidaknya civil society maupun lembaga- lembaga seperti NU, Muhammadiyah bahkan MUI menyuarakan agar pilihan politik tidak diframing dengan diksi keagamaan yang selama ini dimainkan oleh para politisi dan diamini oleh parpol. Bahkan jika perlu ada undang-undang yang memberi otoritas pada KPU agar parpol yang memainkan isu identitas atau SARA agar di beri sanksi dalam pilkada maupun pilpres.

Maaf bung Qodari, anda ilmuan politik jelas anda bicara berangkat dari fakta dan data tapi boleh kan saya tidak setuju dengan ide anda karena karakter dan kultur pemilih serta parpol kita berbeda dari kacamata politik negara-negara yang demokrasinya telah mapan sekalipun.
Dasar demokrasinya bisa jadi sama tapi perilaku pemilih maupun parpol  negara tersebut bisa berbeda terkait dengan kultur masyarakatnya, bukan ?.

Tapi mungkin kita bisa sepakat bahwa politik itu dinamis dan sangat cair juga terkait peluangnya, bukan ?.


Salam NKRI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun