Pertama, apresiasi saya kepada mas menteri Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dengan rendah hati dan menunjukkan sikap anak muda yang mau mengakui kesalahannya dalam mengambil kebijakan.Â
Jika melihat kebijakan POP ( Program Organisasi Penggerak ) sangat baik niat, maksud dan tujuannya guna mencari formulasi pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru/pendidik, hanya cara memulai dan implementasi teknisnya terkesan senyap serta terburu-buru, hingga sosialisasi dan komunikasi antara kementerian dan stakeholder pendukung yang akan dilibatkan tidak efektif juga terlalu administratif hingga berujung pengunduran diri dari NU, Muhammadiyah dan PGRI dari POP ini.
POP sepertinya dipaksakan, karena lebih urgent adalah bagaimana PJJ ini membuat semua peserta didik mampu mendapatkannya, tidak semua wilayah tercover oleh sinyal dari provider, tidak semua siswa atau keluarga mempunyai laptop atau HP dalam jumlah cukup untuk anak-anaknya yang masih dalam bangku sekolah.
Ini masalahnya, sebaiknya Kementerian saling bersinergi dengan daerah/pemda dan provider guna menyiasati masalah ini selama PJJ diberlakukan selain dana BOS yang sudah direct ke sekolah dan pengunaannya boleh untuk kuota internet guru juga siswa.
Kita semua adalah produk dari sistem pendidikan negara selama ini, plus minusnya kita semua mampu merasakannya. Pendidikan kita yang sejak awal tingkat dasar telah hilang maknanya, tidak ada pendidikan karakter didalamnya, hingga peserta didik hilang makna apa itu pendidikan. Dunia pendidikan kita hanya satu arah, guru mengajar dan murid menghapal, selesai, apa begitu namanya pendidikan?
Dalam filosofi pendidikan, seperti yg dikembangkan Ki Hajar Dewantoro, ing ngarso sung tulodo, ing madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, ini jelas tegas sekali, mengharapkan adanya contoh/teladan pendidikan karakter pada siswa, membangkitkan potensi siswa akan ilmu pengetahuan dan mendorong siswa terus maju sesuai minat dan bakatnya.Â
Jika kembali ke filosofi pendidikan ini, harusnya sejak dulu pendidikan lebih menitikberatkan pengembangaan minat dan bakat siswa serta kemerdekaan belajar seperti yang dikemukakan mas Menteri beberapa waktu lalu.
Sejarah pendidikan negeri ini telah lama ada karena diselenggarakan oleh masyarakat itu sendiri, seperti NU dan Muhammadiyah. Karakter pendidikan pesantren tidak menghilangkan karakternya, sangat membumi dan  terlihat jelas outputnya, mereka begitu disiplin dan minat belajar yang mumpuni sekali, hingga negara ini tidak kurang kaum terdidik yang berangkat dari pesantren. Setidaknya pendidikan nasional mampu mengikuti cara disiplin dan minat akan ilmu pengetahuan ala pesantren ini.
Banyaknya masalah di dunia pendidikan kita, karena  luasnya wilayah kepulauan dan jumlah penduduk hingga negara belum mampu menjadi penyelenggarakan pendidikan nasional merata untuk itu diperlukan peran serta swasta untuk saling membantu guna menjangkau seluruh peserta didik. Tapi yang terjadi adalah:
- Biaya pendidikan kita yang begitu mahal, dari tahun ke tahun semakin tidak terjangkau oleh masyarakat kebanyakan. Banyak siswa untuk mendapat pendidikan sering terhenti karena masalah biaya.
- Aturan yang setiap tahun ajaran baru berubah terkait penerimaan siswa, selalu masalah ini terulang terkait sekolah favorit/ unggulan.