Konsistensi dan sejarah Kebesaran mereka
Sejarah besar seorang tokoh tentu melalui proses panjang bak lari maraton. Selain kedisiplinan dan kegigihan, kerja keras, cita-cita yang tinggi hingga semua mimpi besarnya.Â
Kesemuanya mereka miliki, namun untuk mencapai semua hal besar lagi membutuhkan perjalanan panjang itu. Orang-orang hebat itu memiliki satu kekuatan yaitu berlari maraton sangat lama. Ya, mereka memiliki konsistensi.Â
1. Konsistensi Itu Maraton, Bukan Sprint
Hidup ini seperti lari maraton, bukan sprint. Kalau sprint, kita tancap gas di awal, ngos-ngosan di tengah, lalu tumbang sebelum garis finis. Tapi kalau maraton? Kita jaga ritme, atur nafas, dan tetap melangkah meski kaki mulai gemetar.Â
Begitu pula dengan konsistensi---ia bukan tentang cepat sampai, tapi tentang terus berjalan tanpa henti. Ia terus melangkah dan melanjutkannya tanpa henti.Â
Thomas Alva Edison paham betul soal ini. Ia tidak menemukan bola lampu dalam semalam. Konon, ia harus melewati lebih dari seribu kali percobaan.Â
Ketika orang bertanya apakah ia tidak bosan gagal sebanyak itu, jawabannya sederhana, "Saya tidak gagal. Saya hanya menemukan seribu cara yang tidak berhasil."
Sama halnya dengan hidup kita. Kadang kita merasa ingin menyerah setelah beberapa kali mencoba. Tapi, apa jadinya kalau Edison berhenti di percobaan ke-500? Dunia mungkin masih gelap.
2. Hamka: Berlari dengan PenaÂ
Buya Hamka tidak mengenyam pendidikan tinggi. Ia tak pernah duduk di bangku kuliah, apalagi mengantongi gelar akademik yang mentereng.Â
Tapi siapa yang bisa menyangkal keilmuannya? Dengan konsistensi menulis ratusan buku, ia akhirnya dianugerahi gelar Guru Besar dari Universitas Al Azhar, Kairo.
Bayangkan, seorang yang tidak pernah kuliah di sana, malah diberi kehormatan akademik tertinggi oleh universitas legendaris itu. Apa rahasianya? Konsistensi.