Buya Hamka pernah menulis buku berjudul Dari Hati ke Hati sejalan dengan pepatah populer yang kita kenal, apa yang datang dari hati maka akan sampai ke hati pula. Demikian juga dalam dunia pengajaran dan pebelajaran.
Guru sebagai Pengajar dan PembelajarÂ
Menggambarkan peran guru  tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga sang pemnelajar. Sehari- hari guru di sekolah akan berhadapan dengan murid-muridnya. Sepulang sekolah, anak akan mendapat banyak pengajaran.Â
Dan nilai-nilai baik positif maupun negatif yang berhasil mereka tangkap di rumah masing-masing. Di ruang yang lebih luas dalam bermasyarakat anak akan menangkap banyak hal lagi.
Era Milenial dan Tantangan Digital
Membahas fenomena kebebasan. Akses informasi oleh anak di era digital dan dampaknya.
Apa lagi di era milinia dengan generasi milineal kini saya dan pembaca akan menemukan satu fenomena kebebasan anak untuk mengakses apa saja hingga memungkinkan penyakit apa saja bisa terjangkiti termasuk. Otak-otak anak akan terjajaki oleh beragam informasi baik positif maupun negatif.
Pada kesempatan ini, penulis akan menyuguhkan pada pembaca terkait bagaimana menejemen digital bagi anak di era milineal ini. Pembahasan kali ini hanya mengantarkan pada penyadaran betapa pentingnya mengajar dan belajar dengan bahasa cinta. Sejatinya guru itu pengajar sekaligus pembelajar kehidupan sejati. Selamat saya ucapkan untuk Anda yang memilih poros dan jalan kemuliaan menjadi guru di mana saja baik sekolah formal maupun non formal.
Mengajarlah dengan Bahasa Cinta
Menekankan pentingnya pendekatan penuh kasih. Ini pada proses pendidikan untuk menciptakan hubungan positif antara guru dan murid.
Di balik kemuliaan guru ternyata bukanlah amanah sederhana, hanya sekedar datang dan pergi, masuk dan keluar kelas mengajar sebagai rutinitas harian mengisi kekosongan jam, hari bahkan tahun ke tahun. Guru tak ubah bagaikan profesi tanpa kemuliaan yang melekat padanya jika hanya sekedar sebuah rutinitas.
Ironisnya lagi bila guru didapati bak robot bahkan hantu yang menakutkan di sekolah. Mengajar dengan kekerasan bukan ketegasan. Menuntut bukan menuntun. Hingga mengajar tidak lagi pakai hati tapi menyakiti hati-hati muridnya.
Ada pernyataan menarik, baik sekali jadi renungan bagi guru dan untuk semua. Jenny Gichara dalam bukunya menuliskan, "Perbedaan antara guru yang mengajar secara terpaksa dan guru yang mengajar dengan hati adalah sikap dan perkataannya saat berinteraksi dengan para murid.Â