Dalam realitas kehidupan sehari-hari, kita tak jarang dihadapkan pada berbagai tantangan yang datang silih berganti, menyisakan berbagai permasalahan yang membutuhkan penyelesaian. Salah satu tantangan utama yang sering dihadapi adalah stres episodic, sebuah kondisi di mana banyak individu mengalami stres akut terhadap berbagai situasi. Kendala mental ini seringkali merambat ke lingkungan sekitar, bahkan mencapai dampak ekonomi ketika terjadi resesi.
Dalam konteks ekonomi, angka rasio yang menjadi tolak ukur ketimpangan ekonomi di Indonesia mendekati tingkat sempurna, dengan angka Gini ratio berkisar antara 0 hingga 1. Ketidaksetaraan ekonomi yang tinggi dapat menjadi pemicu utama stres episodic yang tak kunjung berakhir. Perceraian akibat tekanan ekonomi, tingginya angka bunuh diri, dan berbagai masalah lainnya melanda masyarakat dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Pada tahun yang baru ini, kita dihadapkan pada persiapkan dan kematangan yang lebih tinggi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Ilmu futurologi, yang mempelajari dan memetakan masa depan dengan pendekatan ilmiah, menjadi penting untuk mengidentifikasi konflik dan permasalahan yang mungkin timbul di masa mendatang. Studi ini tidak hanya menganalisis situasi saat ini, tetapi juga melibatkan telaah sejarah yang berulang untuk mengantisipasi permasalahan masa depan.
Contoh konkret dari prediksi futurologi adalah permasalahan lingkungan dan politik pasca Perang Dunia II, yang diyakini akan menjadi sumber konflik di masa mendatang. Kerusakan lingkungan, eksploitasi alam, dan masalah limbah plastik yang tidak terkendali menunjukkan urgensi untuk mencari solusi berkelanjutan. Salah satu gagasan yang dapat diadopsi sebagai pandangan untuk masa depan adalah konsep politik hijau, yang telah diterapkan oleh Jerman dan beberapa negara Eropa. Politik hijau menekankan pada orientasi penyelamatan alam, bukan sekadar merebut kekuasaan.
Namun, kita juga dihadapkan pada tantangan baru yang perlu diatasi. Gagasan untuk menggabungkan politik hijau dengan green bioteknologi party muncul sebagai alternatif. Melalui teknologi hijau dan aplikasi bioteknologi, kita dapat mengembangkan solusi untuk memulihkan dan menjaga kelestarian alam. Menciptakan sistem partai yang berfokus pada keberlanjutan dapat menjadi langkah penting menuju masa depan yang lebih baik.
Gagasan green party bukanlah semata harapan, tetapi juga tantangan baru yang perlu dihadapi dengan kematangan dan persiapan. Kesadaran akan dampak kerusakan akibat perang dunia II telah mendorong munculnya politik hijau, dan kini kita dihadapkan pada tantangan untuk mengadopsi gagasan ini ke dalam solusi-solusi masa depan.
Seiring dengan itu, manusia modern di era baru ini perlu mengevaluasi dan memperluas set keterampilan yang dimiliki. Tak hanya sebatas cerita kopi, melainkan melibatkan pengembangan skill set baru yang relevan. Sebagai contoh, keahlian dalam dunia kopi dapat menjadi gerbang untuk memahami lebih dalam tentang bioteknologi, seperti yang dicontohkan dengan minat dalam belajar biotek tentang kopi. Melalui upaya ini, kita dapat menjawab tantangan masa depan dengan kreativitas dan inovasi.
Dengan demikian, di tahun yang baru ini, mari meresapi setiap tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang, serta menghadapinya dengan tekad untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.Â
Untuk mambaca lengkapnya silahkan berkunjung ke rumah kami dengan laman dan judul tulisan: Tahun baru (bukan) 'Harapan' baru
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI