Filem romansa dengan nuansa luka dan arti mengikhlaskan paling tinggi. Inilah yang dapat saya gambarkan di film ini betapa hidup di alam romansa selalu mengurai luka bahkan luka bisa didefinisikan bahagia.Â
Kita mulai dari sang sutradara yaitu Hanung Bramantyo. Mestro dunia penyuntingan filem yang satu ini berhasil membuat sentuhan karya organik alias sangat apa adanya. Berlokasikan di Jogja sebagai tempat cerita filem ini dimulain. Hanung sebagai sutradara berhasil mengundang nuansa Jogja yang asyik dan autentik sebagai kota budaya, seni dan pelajar.Â
Filem garapan 2018 ini memanggil saya untuk mengulasnya sebagai bentuk kurasi filem yang bagi saya menarik untuk ditulis. Memperhatikan cineas dalam negri adalah wujud peduli bahwa karya kita sebagai sesama anak bangsa perlu untuk terus mendapat perhatian lebih.Â
Kembali ke filem, dimana filem ini diperankan Reza Rahardian, Ayu Sita dan Dion. Secara talenta peran mereka ketiganya sangat senior dan memiliki jam terbang tinggi. Reza yang akhinya dihadiahkan mata oleh kekasihnya yang tak diduga sebekumnya sebagai novelis itu jadi alur cerita menarik untuk di simak.Â
Sampai berlokasikan set cerita filem di Italy ini membawa penonton menyusuri metropolitannya kota Roma dengan drama cinta yang begitu kuat. Dan tentu secara cinematografi nuansanya kuat dari Jogja ke Roma membuat kita nyaman sebagai penonton bahkan bisa saja larut tanpa melihat di kota mana drama percintaan ini terjadi.Â
Cinta dan artik ikhlas mencintai seseorang ditampilkan sedemikian rupa dalam filem ini. Jika logika yang dimainkan dalam dunia cinta dan alasan kita memberi sesuatu ke seorang yang kita cinta tentu ini jauh dari itu semua.Â
Pengorbanan yang ditampikan adalah pengorbanan buta dan tak melihat apapun kecual karena cinta itu sendiri. Dion mengikhlaskan Ayu untuk Reza walau sebelumnya jalinan cinta itu adalah cinta terlarang. Sedang Ayu memberikan donoran matanya untuk Reza melalui dokter sekaligus itu adalah suaminya sendiri Dion.Â
Tutur filem ini begitu liar. Hanung selalu berhasil membaca cerita  menurut alur gaya berpikirnya yang bebas dan memiliki jati diri dalam bercerita.Â
Filem ini layak dikonsumsi untuk kalian yang sedang ranum dalam asmara pun tidak mengapa untuk kalian yang sedang patah hati atau bahkan untuk kalian yang sedang sendirian. Walau filem sudah beberapa tahun lalu rilis namun masih layak untuk dinikmati.Â
Salam:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H