Tulisan ini akan memotret satu sejarah, bisa jadi sebagian sobat pena baru menemukannya. Tentang sekelumit kisah Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari sang pendiri Nahdatul Ulama ini sekaligus pengasuh pesantren Tebuireng di Jombang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sejak tahun 1800-san akhir hingga 1900-san pertehangan (awal kemerdekaan RI).Â
Sebelum melanjutjan kisah beliau tentang hari selasa dan sebuah asa. Sebuah kehormatan bagi saya yang diterima di Pesantren Tebuireng ini untuk melakukan penelitian selama 1 bulan lamanya. Salam takzim untuk semua keluarga besar Pesantren ini hingga kepada para pendahulu baik yang masih maupun sudah wafat salam takzim sepenuh hati, setulus jiwa dan sehidup ruhiyah yang masih terus beriyadoh alias mensucikannya dengan segala harapan baik.Â
Kembali ke kisah Hadratus Syaikh, pada suatu kesempatan KH. Abdul Hakim Mahfudz atau akrab disapa Gus Kikin oleh para santri Tebuireng yang saat ini merupakan pengasuh bagi pondok bersejarah ini. Beliau bercerita bahwa Hadratus Syaikh kala itu meliburkan ngaji kitab saat beliau hidup dan mengasuh pondok, libur ngaji kitab di hari selasa. Mengapa ini dilakukan?Â
Gus Kikin melanjutkan penuturannya, bahwa hari selasa adalah hari yang digunakan Hadratus Syaikh untuk membantu dan memberdayakan masyarakat sekitar. Kala beliau melihat ketimpangan sosial yang begitu kuat. Kebun dan hasil pertanian dibeli murah oleh pabrik milik penjajah kala itu.Â
Akhirnya beliau terjun kelapangan membantu mengatur sekaligus memberdayakan lahan garapan beliau dan milik masyarakat sekitar, bahkan suatu ketika juga beliau memandatkan santri terbaik untuk mengatur berbagai bidang seperti membuat kolam perikanan dan ternak nila misal.Â
Kisah hari selasa Hadratus Syaikh ini menyejarah. Gus Kikin mengajak kita berpikir pada penuturan yang beliau sampaikan dalam sebuah forum dimana sebagai peneliti saya bisa berkesempatan menyimaknya. Tegas beliau, ini adalah modal sosial yang mahal dan sudah diteladankan oleh pendahulu kita sejak lama. Hari ini kepekaan santri khususnya pesantren Tebuireng harus mengambil langkah strategis guna melajutkan perjuangan dan keteladan pendirinya Hadratus Syaikh.Â
Hingga hari ini santri diniyah pondok diliburkan pada hari selasa. Tentu untuk mengingatkan sejarah yang menjadi asa sekaligus cita-cita sosial yang amat luhur lagi mulia.Â
Dari sini sebagai santri di manapun berada. Asa dan cita-cita ternyata memiliki ejahwantah atau tindakan nyata di sosial kemasyarakatan. Pertanyaan mendasar untuk saya dan semua santri negri ini, sudah kah kita berbuat demi manfaat bersama?
Dijawab di hati masing-masing. Salam asa dan setulus cinta untuk sesama.Â
Albar,Â