Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

AI dan Paradigma Kita

6 Juni 2023   03:33 Diperbarui: 6 Juni 2023   03:52 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Sobat pena semua dan sodara tercinta di manapun. Tulisan lepas ini hanya ingin menyapa dan memberi satu pandangan. Tidak istimewa tapi sedikit ingin membuka mata sendiri akan datangnya Atificial Intelegence, sederhananya era dimana hadirnya kecerdasan buatan yang kita kenal AI secara singkatan. 

Adanya Chat GPT yang sangat membantu banyak hal. Dan segala macam turunannya. Satu sisi membantu satu sisi tentu jadi ancaman yang luar biasa. 300 juta manusia dalam waktu dekat diperkirakan kehilangan pekerjaan. Banyak perusahan beralih menjadikan AI sebagai tools atau alat yang menggantikan "tangan" manusia. 

Di atas tentu jadi ancaman tersendiri. Namun kali ini saya melihat dari sisi berbeda bahwasanya AI hanyalah alat belum sampai pada kecerdesan. Semakin cerdasnya kita maka AI akan semakin cerdas. Artinya ketika manusia yang mengintruksikan atau memberi perintah pada AI semakin cerdas maka AI barulah cerdas juga. lagi-lagi tergantung manusianya, jangan kebalik ya kita yang bergantung pada AI hehehehe. 

AI bergantung pada manusia!? ini adalah pernyataan sekaligus pertanyaan. Elon Musk pasti marah dan mengatakan pernyataan ini adalah pernyataan kesembongan. Doi kan meyakini kecerdasan buatan ini di masa depan akan lebih cerdas dari manusia. Tentu hal ini secara pribadi tidak akan saya sepakati. Dan pastinya masih bisa kita perdebatkan panjang. 

Kecanggihan AI hanyalah alat. Sekali lagi jangan pernah tergantung padanya. Semakin cerdas diri sodara, semakin banyak sobat pena baca buku, semakin beragam pengetahuan sobat semua. Maka hal ini jadi modal kuat menjadi operator bahkan mentor bagi AI untuk bekerja dan  AI ini menjadi budak yang setia bagi sobat semua.  

Jangan menghindar pada AI jangan juga tergantung pada AI. Inilah paradigma yang saya tawarkan, cara melihat AI ala saya yang lagi asyik mencomot data dan memvalidasi data dari AI. Otak ini menggebu mengkurasi data dari AI yang angin-anginan kadang tepat kadang tidak tepat atau mendekati tepat. Membuat saya sadar bahwa diri ini harus lebih banyak mengkurasi, memilih dan memvalidasi data yang dipaparkan. Setidaknya sebagai peneliti amatiran kerjaan ini belum terancam banget. Entah besok, saya pun tak mengerti. 

Intinya kehadiran AI telah memberi kejutan tersendiri. Jangan kawatir dan terus saja berpikiran terbuka akan kecanggihan yang ada. Sapa teknologi digital ini sebagai alat, sama halnya sebagai senjata kala perang, AI juga demikian senjata kala kerjakan makalah yang harus selesai 10 menit kedepan hehehe. 

Sedikit pandangan dan paradigma liar saya. Semoga sodara kurang nyaman dengan pendekatan saya melihat AI. Silahkan dibantah dengan cara seru-seruan dan gak perlu serius sekali. 

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun