Sore ditemani sebatang rokok dan mendung cuaca jogja terpikirkan untuk menulis, beberapa waktu lalu saya mendapat voice note dari salah satu sahabat saya di Riau, singkatnya kami membahas apa itu Idhul Fitri dan Lebaran.  Kepulan asap batang rokok ini mengingatkan saya dan rasanya mencoba menggoresnya biar  bisa sedikit berbagi ke sobat pena samua.Â
Satu falsafah hebat dari produk tradisi sosial oleh ulama terdahulu kita. Â Bisa mencetus adanya istilah dan tradisi Lebaran. Kemanapun dan di negri manapun Lebaran hanya ada di Indonesia. Syawalan seminggu lamanya khusus di rumpun Melayu maka sudah jadi kebiasaan bersorak ramai, kulineran rumah ke rumah itu sangatlah wajar berhari-hari dilaksanakan. Ini hanya ada di Indonesia terkhusus di tanah rumpun melayunya.Â
Ini tidak hanya tradisi melainkan ada syiarnya. Mari kita amati atau tilik lagi mengingat kata lebaran itu sendiri yang terjadi di bulan syawal ini. Sayawalan secara bahasa bisa diartikan "mengikat" makanya para pendahulu kita para ulama menganjurkan agar eratkan jabat tangan di suasana saat sehabis shalat ied hingga datang dari rumah ke rumah untuk ikat mengikat tali silaturahmi lagi.Â
Lalu arti lebaran itu sendiri apa? Sebelum mengurai itu ternayata kanda kami di Jogja Ustad Salim A. Fillah menuliskan dan menjabarkan arti lebaran berikut padanan atau istilah kata yang lahir dari kata lebaran ada Leburan, Luberan dan Laburan. Mari kita tilik satu persatu makna indah dari tiap padanan kata ini.Â
Lebaran artinya berakhir dengan sempurna. Perjuangan ramadan kita diharapkan berakhir dengan sempurna, semoga rahmat Allah menyambangi selalu setelahnya.Â
Kemudian leburan berartikan luluh tanpa sisa. Menggiring kita semua berjiwa luhur untuk saling memaafkan tanpa sisa dendam sedikitpun di hati.Â
Selanjutnya, luberan meyaratkan makan berlimpah tumpah ruah. Zakat yang kita beri serta sedekah kita semoga tersalur melimpah  dan banyak yang merasakan maslahatnya.Â
Terakhir, laburan artinya kapur untuk menjernihkan air dan memutihkan pagar. Mampukah kita secara lahir batin begitu ikhlas saling melebur dalam memaafkan satu sama lain hingga hati ini bersih dan jernih lalu dinding sosial kita terlihat indah harmonis satu sama lain.Â
Uraian sederhana di atas sungguh mensyartkan makna mendalam. Betapa karya falsafah di atas telah menjadi tradisi sebuah hasil ijtihad ulama kita dulu mereka inovasikan tradisi sekaligus menjadi syiar yang hingga kini masih dirasakan.Â
Jikalaulah ada yang ingin mengatakan ini adalah bida'ah karena Nabi tercinta dahulu tidak seperti kita di negri tercinta ini, biarkan saja. Ini adalah bida'ah hasanah alias pembaharuan yang baik. Toh kita sebagai santri yang dangkal ilmunya ini sama-sama memahami bahwa sah menjalani bida'ah hasanah kita dapati dari para dawuh dan nasihat para guru kita.Â