Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sang Bunda

22 Desember 2022   12:37 Diperbarui: 22 Desember 2022   12:43 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita urai tentang kisah sang Bunda. Bukan romansa yang membuatnya memukau. Bukan! Sekali lagi bukan roman picisan. 

Kisah sang bunda adalah kisah paling apik jika harus mendefinisikan cinta seluas samudra. 

Ketika sang bunda harus pergi dari kampung halaman di masa remajanya. Terdampar dan pergi jauh ke negri orang. Ia mulai petualangan cinta klasiknya. 

Ditemani seorang lelaki kuat yang kelak kian menemaninya hingga tua bersama. Romantisnya mereka berjuang dari nol. Benar-benar dari bawah. Salut luar biasa buat mereka. 

Terlebih sang bunda. Ia tak hanya menemani suaminya. Ia ambil peran paling menentukan demi berubahnya nasib dari seorang yang "terbuang" jauh ke ngeri orang. Untuk hidup lebih bermartabat. Ia turut bekerja sekeras mungkin. 

Pabrik kayu di negri itu pada tahun 1990-an geliat begitu rupa. Tenaga manusia dieksploitasi. Abad akhir di abad 21 begitulah cerita umumnya. Tenaga buruh seolah tak ada gunanya. Hingga hari ini pastinya. 

Yang penting tenaganya. Mau legalitasnya tidak becus. Ya tenaga buruh harus dieksploitasi. Dan sang bunda kala itu sebagai buruh. 

Bukan sekali dua kali dikejar-kejar di hutan blantara oleh kejaran aparat keamanan negri itu. Hingga tangisan dan peluh keringat ditambah engahan nafas jadi peristiwa rutin kala patroli berlangsung dari kem ke kem buruh. 

Pahit? Jangan tanyakan pahitnya. Tak tergambarkan oleh kata pasti. 

Terlebih kala sang bunda hamil. Dikandungnya saya di rahimnya. Ayah yang semakin bekerja keras. Bunda tetap saja bekerja seperti biasanya. Sungguh tangguh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun