Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rahmatan Lil Alamin: Warisan Budaya dan Sejarah Islam di Indonesia (1)

26 November 2022   23:58 Diperbarui: 27 November 2022   00:11 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memungkin sebuah konsep islam yang berwajah  rahamah (merangkul semua demi kebaikan) sebagai diskursus alias perbincangan hangat. Bisa saja kita ajukan sebagai diskursus untuk menjadi  budaya bagi peradaban bangsa. Khusus bagi Indonesia dengan segala keragamanannya sejak dahulu dalam tinjauan historis "rahmahnya" Islam begitu kuat dan membudaya hingga Islam diterima begitu mudahnya. 

Sebuah warisan yang tak terlupakan dan menyejarah ialah kearifan para pemangku dakwah yang datang dan lahir silih berganti di Nusantara. Dari berdirinya kerajaan Islam dan mulai masuknya para utusan Turki Utsamani memiliki corak dan warna tersendiri bagi perjalanan sebuah rihlah dakwah dalam bingkai budaya keilmuan yang diwariskan. 

Sebuah warisan keilmuan penuh dedikasi dan secara nyata mengimplementasi konsep Rahmatan lil alamin. Sebut saja nusantara dulu memiliki raja alim nan berilmu serta amat bertakwa. Dahulu Kita menjumpai Sultan Babullah misal di Tidore. Penguasa lagi alim dan bertakwa. Sosok raja kuat yang menantag penajahan Portugis kala itu. 

Tidak hanya itu kontribusi Wali Songo juga kuat. Adalah para wali utusan kerajaan Islam Turki Utsamani yang dikenal sebagai wali songo datang membawa misi kemaslahatan, tidak hanya membawa risalah Islam melainkan menyejahtrakan semua dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan. Para wali ada yang ahli pertanian, geografi, pemgobata dan lain- lain selain memiliki kedalaman ilmu dan kecakapan menyampaikan ilmu dengan berbagai pendekatan.

Dalam bidang keilmuan dan pendidikan menjadi budaya tersendiri bagi Indonesia dahulu, sebut saja bagaiman di Aceh yang dulu menjadikan proses keilmuan sebagai tradisi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Azyumardi Azra, di Kesultanan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. 

Ia mendirikan masjid, seperti Masjid Raya Baiturrahman yang megah di Banda Aceh dan beberapa masjid di daerah lain. Dia dan Sultan sebelumnya, Sultan Riyat Syah, mengambil ulama sebagai penasihatnya, antara lain Hamzah al- Fansuri dan Syamsuddin as- Sumatrani. 

Tardisi yang dimulai Sultan Iskandar Muda ini kemudian dilanjutkan sultan- sultan berikutnya, sehingga di Aceh banyak terdapat ulama terkenal yang sangat berjasa menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam di Nusantara.

Dua ulama terkenal setelah dua ulama yang disebutkan tadi adalah Nurrudin ar- Raniri dan Abdur Rauf as- Singkili Syiah Kuala, yang bertidak sebagai qadi dan mufti kesultanan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Sani dan masa pemerintahan Sultanah (sultan wanita).

Dalam pendekatan kultur dan budaya warisan keilmuan Islam amat sangat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat nusantara. Para intelektual dan cendikiawan muslim kala itu mampu memadukan budaya dan metode penyampaian risalah Islam tanpa harus berbenturan dengan kearifan lokal masyarakat. Sebut saja di Daerah Istimewa Yogyakarta yang hingga kini masih eksisis dikenal masyarakat dengan istilah sekatenan. 

Sebuah gagasan sedari dulu dimasa kesulatana Agung Mataraman para wali menyampaikan risalah syahadat yang dikenal dengan istilah syahadatain. Bukankah ini warisan berharga sebagai bekal pengemban dakwah dan para cerdik cendikia guna mampu memberi warna dalam perjalanan risalah maupun penyampaian risalah Islam dimasa yang akan datang untuk negeri yang kita cinta bersama.

Menarik sebagai sebuah diskursus tentang Islam dan kebudayaan yang Rahmah. Tanpa kebencian dan menebar fitnah di sana-sini hanya karena kepentingan politik kita semua terbelah sebagai anak bangsa. Lupa menebar cinta, menebar rahmah yang dalam terminologi atau istilah Islam saling merangkul demi sebuah kemaslahatan bersama. 

Tanpa melihat ras, suku dan berbagai macam perbedaan yang ada. Artikel sederhana ini dengan tema rahmatan lil alamin akan kita lanjutkan. Selamat membaca dan membangun diskursus demi kebaikan bersama sekali lagi. 

Salam:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun