Daun yang jatuh di pagi saban mentari menyambut hari-hari semua sudah demikian adanya dikehendaki oleh garis takdir Ilahi. Cukuplah hamba berjalan pada pijar-pijar takdir nian tak bisa dipungkiri oleh setiap kehendak hati. Jikalau kau hadir untuk hanya mendikte rasa dan kehendak cinta, sungguh jika harus memiliki kata maka aku akan memilik kata: PERGILAH!
Pernah ada kisah yang menarik. Gilanya sang pemuja hati Qais pada laila saja mereka tidak melawan pijar takdir tapi memilih pada ketetapan hati untuk MENCINTA.Â
Jangan pernah kutuk segala yang berlalu atau segala kehendak yang tak bisa diukir oleh semua rencana. Betapapun kisah asmara yang laur oleh ombak rasa ia akan jadi petaka tak bertepi. PERCAYALAH!
Ruang paling hampa bukanlah pahitnya dihalau oleh cinta yang tak berbalas. Tapi ruang pahit hampa itu ialah larutnya hati pada prahara rasa yang tak berujung dan tidak mengenal pijakan henti. Itulah kegilaan dan dikau tak akan mengenal kata LELAH.Â
Biarkan diri memilih diksi sendiri. Artinya mencintai dalam larut memang pilihan nanum menentukan arti sendiri dan jalan sendiri seibarat memilih diksi di dunia pena. Dari hati terdalam sang penggenggam pena seakan berteria "biarlah aku melih diksi cinta SENDRI".
Selamat menikmati fiksi abstarak malam hari. Biar aku pilih diksi cinta sendiri: PERGILAH! MENCINTA, PERCAYALAH LELAH SENDIRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H