Sutradar bang Riri Riza hadir dengan karya 'sederhana' melalaui filem pendek yang menurut saya tidak sesederhana filem pendek mainstream lainnya. Lagi dan lagi setelah sukses dengan AADC dibintangi Nicholas Saputra berduet dengan Dian Sastro, kali ini Nicolas memperlihatkan kualitas 'mahalnya' dalam memainkan seni peran. Tidak di temani Dian kali ini Nicholas ditemani Rania.
Filem "Kau, Rabu, dan Perkara2 Sepintas Lalu" merupakan adaptasi inspirasi dari sebuah novel "kepada Pertanyaan/ Rabu" karya Faisal Oddong. Menarik untuk berburu novel satu ini, kebiasaan saya setiap pekan selalu berburu buku, novel bahkan walau hanya sekedar berburu kliping di sudut kota Jogja. Novel dalam inspirasi adaptasi filem kali ini menarik jadi daftar perburuan.
Kembali pada filem, Rhun seorang penulis yang dilakoni Nicholas ditemani Rania Putrisari sebagai perempuan yang menemani Rhun dalam membacakan naskah tulisannya sebelum diterbitkan dan saat proses pembuatannya. Saban Rabu perempuan berparas teduh dan datar ini selalu hadir menemani Rhun di sebuah tempat asri lagi tenang semacam villa dengan konsep alam yang teduh.Â
Yang mencuri pertahatian saya dalam filem "Kau, Rabu, dan Perkara2 Sepintas Lalu" ini tidak hanya nunasa sastra dengan sajak dan syaiar berima indah di dalamnya. sinematografi dalam menangkap dialog itu disajikan apik. Riri Riza selalu berhasil membungkus dialog bersifat sastra menjadi dialog yang kuat tak ayal jika AADC pernah booming bagi kalangan kaulah muda kala itu. Saya juga sempat turut merasakan.Â
Selain sisi sinematiografi, peran dan gesture Nicholas mencuri perhatian dimana setelah memainkan filem "Semesta" yang rilis tahun 2021 lalu sebuah filem yang membawa isu lingkungan dengan kearifan lokal masyarakat adat di seluruh penjuru negri dalam merawat alamnya. Filem "Kau, Rabu dan Perkara2 Sepintas lalu" juga secara tersirat membawa pesan akan harmoni alam. Rhun dan Perempuan pembaca naskahnya seoalah gemar dengan kondisi alam yang tenang. Gesture Rhun memperlihatkan betapa bosannya dia dengan hiruk pikuk kota.Â
Selain isu alam, secara tersirat juga bahwa filem ini ingin membeberkan betapa menulis adalah kerja luar biasa butuh keseriusan. Tidak hanya serius dalam menggarap ide kreatifnya tapi penghayatan mendalam apatah lagi novel dalam penggarapannya diperlukan memainkan peranan emosi lebih jauh. Jadi penulis harus siap menghadapi banyak tantangan termasuk prahara rasa dilamnya.Â
Bagaiman romansa dalam filem satu ini? Tentu irisan romansanya ada, tidak seru bukan filem bergenre sastra tanpa sebuah romansa (saya senyum sendirian menuliskan pernyataan ini). Namun romansa yang ditampilkan sebaiknya pembaca saksikan sendiri biar turut merasakan apa yang tengah Rhun rasakan diakhir cerita filem pendek ini.Â
Dan yang terpenting bagi kalian yang menikmati proses pembacaan puisi itu sendiri. Filem ini jadi pelipur rindu pada indahnya sebuah puisi dibacakan. Jika Dian Sastro selalu memukau membacakan sebuah puisi dalam pentas drama dan lakon filemnya maka kesmpatan kali ini Nicholas Saputra hadir memnjadi pembaca puisi untuk menjakan telinga-telinga yang "bercorong" sastra.Â
Selamat buat Bang Riri Riza atas karyanya, sesama anak berdarah Makassar turut bangga.
Salam hangat dari sudut Jogja.Â