Apalagi jika dikombinasikan dengan daun jati kering. Sebuah perpaduan sempurna untuk jadi "rem" otomatis yang tidak hanya membuat ban menjadi berat tapi juga tidak bisa berputar sama sekali. Dalam kondisi seperti ini, jangan berharap bisa mengayuh pedal, bisa jalan ketika dituntun saja sudah sangat bersyukur.
Alhasil, hampir 60 persen jalur, harus menggandeng mesra sepeda masing-masing. 40 persennya baru bersepeda. Dari sisi waktu dan tenaga 50 Persen tersita untuk membersihkan sepeda, 30 persen istirahat, 10 persen menunggu pejabat yang akan memberangkatkan start dan 10 persennya habis untuk misuh-misuh dalam hati.
Tidak jauh jalur yang kami lalui, 15 KM, hanya separuhnya. Dikorting oleh panitia yang entah karena kasihan atau dikomplain oleh peserta.
Akhirnya jalanin ajalah, karena itu memang satu-satunya cara untuk menikmati memang harus menjalani dengan ikhlas. Setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Blessing indisguised.
Wilayah yang banyak memiliki lokasi bersejarah terutama candi dengan bata putihnya ini memang memiliki pemandangannya indah.
Tapi tetap saja tidak bisa menikmati. Panas yang menyengat ditambah menuntun sepeda menjadikan hari itu bukan moment yang tepat untuk menikmati pemandangan.
Menuntun sepeda itu berat, lebih berat dari naik gunung. Yang menjadikan sangat berat itu, karena kami kena mental. Tidak sesuai ekspektasi. Niat kami bersepeda namun kenyataannya, harus menuntun sepeda, tidak hanya itu, dibeberapa tempat, walaupun sudah dituntun sepedanya juga tidak mau jalan.
Ketika sampai finishpun suara merdu dan goyangan dari para biduan tidak menggiurkan kami untuk berjoget. Kami lebih memilih bakso dan kopi diwarung sekitar.Apakah kami kapok? Sepertinya tidak. Walaupun itu tadi, harus misuh-misuh disepanjang jalan.Â